iklan

Selasa, 23 Desember 2014

REAL EXCHANGE RATE MISALIGNMENT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS ASEAN-5

REAL EXCHANGE RATE MISALIGNMENT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS ASEAN-5

HAZINDI DAMAISTY

ABSTRACT

Real exchange rate misalignment has been an important issue of economic literature. This paper uses Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER) method to identify misalignment episode of 4 Asean countries. The results show that equilibrium exchange rate is affected by net foreign assets, real interest rate differential and terms of trade.
As according to this research’s purpose, the estimation result show there are no significant effect of real exchange rate misalignment on ASEAN-4 countries’s economic growth. But, the results show that exchange rate depreciation significantly has negative effect on economic growth. The estimation results also show that gross fixed capital formation significantly affects economic growth.

Keywords : Real Exchange Rate Misalignment, BEER, Economic Growth, VECM, Panel, ASEAN-5
1.      Pendahuluan
Krisis keuangan Asia telah menjadi salah satu peristiwa ekonomi yang paling serius dari ke empat gelombang krisis yang melanda pasar modal internasional selama tahun 1990-an. Krisis yang dimulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1996 oleh semua negara di Asia kecuali Filipina ini menyebabkan guncangan terhadap mata uang negara-negara di Asia. Runtuhnya baht Thailand pada bulan juli 1997 memicu gelombang depresiasi dan penurunan pasar saham negara-negara di Asia lainnya (Moreno, et al, 1998). Majid dan Yusoff (2004) menyatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah exchange rate misalignment yang meningkatkan kemungkinan serangan spekulatif yang akhirnya menyebabkan krisis terjadi. Aguirre dan Calderon (2005) juga menjelaskan bahwa exchange rate misalignment adalah salah satu indikator kunci dalam mengidentifikasi kerentanan suatu negara. Khususnya overvaluation nilai tukar riil yang berkelanjutan merupakan indikator peringatan dini atas kemungkinan terjadinya currency crashes (Krugman, 1979; Frankel dan Rose 1996; Kaminsky dan Reinhart, 1999 dalam Aguirre dan Calderon, 2005)


The real exchange rate misalignment merupakan variabel penting dalam lingkaran kebijakan dan perhitungannya merupakan salah satu isu paling kontroversial dalam perekonomian terbuka. Pembahasan dan penelitian mengenai misalignment di Asia Tenggara menjadi penting untuk dibahas karena meskipun exchange rate misalignment tidak lagi berdampak terhadap krisis ekonomi, dampak lain yang harus diperhatikan akibat exchange rate misalignment adalah terhadap pertumbuhan ekonomi (sumber lihat: Toulaboe, 2006; MacDonald dan Vieira, 2010;  Aflouk dan Mazier, 2013; Béreau, et al., 2009; Aguirre dan Calderon, 2005; dan Ndlela, 2010).  Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Bagaimana pengaruh exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.

2.      Landasan Teori
Prinsip dasar dari pengukuran exchange rate misalignment adalah menghitung sebuah equilibrium real exchange rate (ERER) dengan memperkirakan secara empiris persamaan nilai tukar jangka panjang yang berasal dari model teoritis (Aguirre dan Calderón, 2005; Aflouk dan Mazier, 2013; Sawada dan Yotopoulusu, 2006; dan Megumi Kubota, 2009). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Behavioural Equilibrium Exchange Rate (BEER) dalam menghitung equilibrium real exchange rate.
Pendekatan Behavioural Equilibrium Exchange Rate (BEER)
Pendekatan BEER yang diperkenalkan oleh Clark dan MacDonald pada tahun 1998 ini memperkirakan hubungan jangka panjang antara keseimbangan nilai tukar riil  dan fundamentalnya. Pendekatan BEER ini lebih sederhana dalam  menggunakan latar belakang teori dan data. Clark dan MacDonald (1998) dalam menggambarkan model BEER percaya bahwa nilai tukar riil berada dalam kondisi keseimbangan dalam arti “behavioral sense” ketika pergerakannya mencerminkan perubahan dalam fundamental ekonomi yang berhubungan dengan nilai tukar riil dan didefinisikan dengan baik secara statistik.
Dengan mengacu kepada penelitian yang dilakukan Clark dan MacDonald (1999), Z1t dapat diartikan sebagai seperangkat fundamental yang diharapkan memiliki efek pada nilai tukar riil jangka panjang, seperti net foreign asset, produktifitas relatif dan terms of trade dan Z2t sebagai seperangkat fundamental yang mempunyai efek yang persisten pada jangka pendek yaitu real interest rate yields untuk menangkap pergerakan jangka menengah atau siklus bisnis yang berpengaruh pada nilai tukar riil. Sehingga model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
            

Pemilihan variabel diatas dalam menghitung equilibrium real exchange rate didasarkan dari beberapa teori penentu keseimbangan nilai tukar yaitu sebagai berikut

Teori Neraca Pembayaran (Balance of Payment)
Pendekatan neraca pembayaran adalah pendekatan pertama untuk permodelan nilai tukar (Solnik, 2000). Menurut Ardhiansyah (2006) neraca pembayaran dapat memberikan gambaran beberapa aliran sumber dana antara suatu negara dengan negara lain. Aliran dana tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap nilai tukar mata uang asing mengalami peningkatan karena adanya keperluan transaksi yang harus menggunakan mata uang asing, maka hal tersebut dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami depresiasi, dan sebaliknya.
Hubungan ekspor dan impor yang diatur dalam neraca pembayaran merupakan hubungan perdagangan oleh suatu negara dan tidak dapat dilepaskan dari masalah harga dan keuntungan. Apabila harga ekspor relatif lebih tinggi dibanding dengan harga impor, maka posisi tersebut akan menguntungkan suatu negara dan sebaliknya. Untuk mengukur perbandingan harga ekspor (unit value of export) terhadap harga impor (unit value of import) yang mencerminkan posisi perdagangan suatu negara untuk periode waktu tertentu digunakan dasar tukar atau terms of trade.
Teori Assets Market
Permodelan nilai tukar modern ketika sistem nilai tukar mengambang mulai diberlakukan di dunia lebih menekankan pada pasar aset keuangan dibanding dengan pendangan tradisional atas nilai tukar yang menyesuaikan keseimbangan perdagangan internasional pada pasar barang. Dikarenakan penyesuaian harga barang relatif lebih lambat daripada harga aset keuangan dan aset keuangan diperdagangkan secara terus-menerus setiap hari, maka beralihnya penggunaan dari pasar barang ke pasar aset memilki dampak yang penting. Nilai tukar akan berubah setiap hari atau bahkan setiap menit sebagai dampak dari perubahan penawaran dan permintaan untuk aset keuangan atas negara-negara di dunia (Husted dan Melvin, 2009). Model nilai tukar dengan pendekatan aset finansial ini mengasumsikan adanya mobilitas modal yang sempurna. Dengan kata lain, aliran modal bisa dengan bebas berpindah antar negara karena tidak adanya biaya transaksi yang signifikan dan hambatan dalam investasi. Dalam hal ini, perbedaan tingkat suku bunga (the real interest rate differential) berperan penting dalam pasar valuta asing.
Teori krisis
Peran penting dalam krisis keuangan Asia pada tahun 1997 dimainkan oleh para perantara keuangan yang mendapatkan uang dengan bunga yang rendah dan kemudian meminjamkan dengan harga yang jauh lebih tinggi untuk membiayai investasi keuangan yang beresiko. Kondisi ini menyebabkan terjadinya domestic assets price bubble. Namun, domestic assets price bubble dan mekanisme terjadinya krisis ini menyebabkan harga aset mulai turun, mengakibatkan kebangkrutan para perantara keuangan yang memaksa untuk menghentikan kegiatannya dan menyebabkan meningkatnya deflasi harga aset dan adanya capital flight (pelarian modal) karena harga aset runtuh. Pelarian modal besar-besaran inilah yang kemudian menghasilkan keruntuhan nilai mata uang (Sarno dan Taylor, 2002:259).
Hal ini sesuai dengan pendapat Lane dan Ferreti (2000) yang menyatakan bahwa pada akhirnya efek perpindahan memainkan peran utama dalam banyak model makroekonomi yang menyoroti peran net foreign assets sebagai variabel yang dapat menghasilkan efek yang persisten. Beberapa model teoritis memprediksi bahwa apresiasi nilai tukar harus dikaitkan dengan akumulasi net foreign assets dalam jangka panjang. Dalam peraturan sederhana keynesian, negara dengan kewajiban eksternal yang besar memerlukan surplus perdagangan untuk membiayai kewajibannya dan untuk mencapai surplus perdagangan ini membutuhkan nilai tukar yang lebih terdepresiasi (Lane dan Ferreti, 2000).
Hubungan Exchange Rate Misalignment dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dampak merugikan dari exchange rate misalignment pada pertumbuhan ditekankan oleh Toulaboe (2006) yang menyatakan bahwa meskipun banyak mekanisme bagaimana kebijakan mampu mempengaruhi kinerja perekonomian tetapi nilai tukar riil merupakan mekanisme transmisi yang utama. Nilai tukar yang overvalued akan menghambat sektor ekspor suatu negara dan barang-barang impor akan semakin banyak membanjiri pasar domestik.
Dornbusch (1991) dalam Ndlela (2010) menjelaskan mekanisme transmisi hubungan exchange rate misalignment dengan pertumbuhan ekonomi dari sudut pandang neraca perdagangan dan daya saing ekspor. Menurutnya, ketika misalignment yang berbentuk overvaluation nilai tukar akan berdampak pada menurunnya daya saing para perusahaan domestik karena perusahaan domestik dikenakan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan asing. Oleh karena itu, jika tetap ingin mendapat keuntungan, maka perusahaan domestik harus menghadapi pilihan sulit yaitu dengan mengurangi tingkat keuntungan atau menurunkan tingkat produksi. Bagaimanapun, pengurangan keuntungan perusahaan domestik akan menyebabkan penurunan investasi dan penurunan ekspor. Akibatnya, misalignment akan menurunkan aktifitas perdagangan dan cenderung akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Dornbusch (1991) dalam Ndlela (2010) juga menyatakan bahwa kinerja yang buruk dari sektor barang yang diperdagangkan (tradable goods) akan menghambat kegiatan di seluruh sektor perekonomian. Hal ini dikarenakan ekspor tidak hanya penting untuk mewakili sebagian besar dari total produksi dan kesempatan kerja, tetapi juga sebagai salah satu penentu utama dari keseluruhan tingkat kegiatan ekonomi. Buruknya kinerja sektor ekspor sehingga meningkatkan pengangguran menyebabkan penurunan pengeluaran agregat dan menurunkan permintaan akan barang-barang yang tidak diperdagangkan (non tradable goods). Perusahaan di sektor barang yang tidak diperdagangkan akan dipaksa untuk mengurangi produksi dan tenaga kerja yang menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam output dan kesempatan kerja. Kerugian ini dapat menyebabkan hilangnya pendapatan pemerintah.
3.      Metode Penelitian
            Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian untuk melihat hubungan dari exchange rate misalignment dan pertumbuhan ekonomi. Metode pertama yaitu Vector Error Correction Model (VECM) digunakan untuk menganalisis pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar riil sehingga didapatkan nilai keseimbangannya digunakan objek penelitian tiap negara di ASEAN-5 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini adalah 31 tahun, dimulai pada data tahun 1980 sampai tahun 2011. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi juga menggunakan ASEAN-5 namun metode kedua dengan menggunakan model regresi data panel. Berikut ini merupakan definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
1.       Pemodelan equilibrium exchange rate:
1)  Nilai Tukar Riil atau Real Exchange Rate (RER)
RER menyatakan tingkat di mana suatu negara dapat memperdagangkan barang-barangnya dengan barang-barang dari negara lain. Real exchange rate  atau nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.

di mana r adalah nilai tukar riil, e adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan Pf  adalah tingkat harga luar negeri. Tingkat harga luar negeri yang digunakan adalah negara Amerika.
2)    Net Foreign Asset (NFA)
NFA merupakan cerminan dari ketersediaan devisa negara untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dengan pihak luar negeri. Variabel net foreign asset yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio dari net foreign asset tiap negara terhadap GDP dan menggunakan satuan persen.

3)    Terms Of Trade (TOT)
TOT mencerminkan posisi perdagangan suatu negara untuk periode waktu tertentu. Terms of trade merupakan rasio indeks harga ekspor terhadap indeks harga impor. Harga ekspor adalah harga dari ekspor yang dikonversi ke dolar dan dinyatakan sebagai presentasi dari rata-rata untuk tahun dasar (tahun 2000). Begitu juga dengan harga impor. Tahapan perhitungannya yaitu dengan membagi rasio indeks harga ekspor dengan rasio index harga impor.

4)      The Real Interest Rate Differential (IRD)
IRD adalah perbedaan antara tingkat suku bunga riil suatu negara dengan tingkat suku bunga rill negara lain. Tingkat suku bunga riil didefinisikan sebagai rata-rata tahunan imbal hasil obligasi pemerintah dikurangi dengan tingkat inflasi yang diukur dengan GDP deflator dengan satuan persen. Tahapan perhitungannya yaitu dengan mengurangkan tingkat suku bunga masing-masing negara dengan tingkat suku bunga dollar.

2.    Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi
1)    Gross Domestic Product (GDP)
Gross domestic product adalah semua nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu. Di mana hasil produksi diperoleh dari WNI ataupun WNA yang bekerja di negara tersebut, dan barang dan jasa hasil produksi merupakan final output.  Dalam penelitian ini GDP yang digunakan merupakan kenaikan dari Gross Domestic Bruto (GDP) riil tiap tahunnya dengan satuan persen.
2)    Exchange Rate Misalignment (MIS)
ERM didefinisikan sebagai penyimpangan nilai tukar riil dari tingkat ekuilibrium. Nilai dari variabel ini didapat dari selisih nilai tukar riil dengan data yang didapat dari hasil permodelan keseimbangan nilai tukar riil.
         

3)    Real Exchange Rate (RER)
RER menyatakan tingkat di mana suatu negara dapat memperdagangkan barang-barangnya dengan barang-barang dari negara lain. Real exchange rate  atau nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
        

di mana r adalah nilai tukar riil, e adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan Pf  adalah tingkat harga luar negeri. Tingkat harga luar negeri yang digunakan adalah negara Amerika.

4) Gross Fixed Capital Formation (GFCF)
GFCF menggambarkan seberapa besar nilai investasi domestik suatu negara. Data yang digunakan untuk variabel ini adalah nilai presentase gross fixed capital formation terhadap GDP yang merupakan presentase nilai investasi domestik suatu negara.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan. Data sekunder untuk net foreign assets, terms of trade, real exchange rate, gross fixed capital formation dan gross domestic product diperoleh dari World Development Indicator (World Bank) dan data real interest rate differential diperoleh dari International Financial Statistics (IFS) database.
Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Tahap pertama yang dilakukan dalam penghitungan data yang bersifat time series yaitu dengan melakukan pengujian stasioneritas pada tiap variabel yang akan digunakan dalam model. Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu variabel bersifat stasioner di tingkat level atau stasioner pada difference. Suatu data yang tidak stasioner perlu dipertimbangkan kembali karena hasil regresi data yang tidak stasioner dapat menimbulkan spurius regression atau regresi palsu yaitu regresi dengan hasil bagus namun data yang digunakan tidak stasioner sehingga koefisien dari hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2004). Uji stasioneritas data yang digunakan adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) test.  Langkah selanjutnya adalah penetapan lag optimal. Penetuan lag optimal merupakan salah satu langkah penting dalam uji stasioneritas data dan estimasi VECM untuk mengetahui berapa jumlah lag yang sesuai untuk diamati karena jika lag yang digunakan terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak dapat menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat.
Setelah mendapat lag optimal, kemudian langkah selanjutnya adalah uji kointegrasi. Variabel yang tidak stasioner dalam suatu model dapat dilihat hubungan jangka panjangnya melalui kombinasi linier sehingga dalam jangka panjang memiliki kemungkinan untuk menjadi stasioner. Hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel dinamakan dengan kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat secara empirik hubungan antara teori jangka panjang (the long run theory) dan dinamika jangka pendek (the short run dynamic) (Kennedy, 2003). Setelah data terbukti terkointegrasi, barulah didapat koefisien jangka panjang tiap negara ASEAN-5 yang kemudian dapat dihitung nilai equilibrium real exchange rate (ERER) dengan rumus berikut ini:

Kemudian, misalignment (MIS) didapat dari:
Metode Regresi Data Panel
Setelah didapat nilai misalignment maka dapat dilakukan tahap selanjutnya. Permodelan kedua dalam penelitian ini menganalisis hubungan exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode regresi data panel yang menggabungkan data time series dan cross section untuk ASEAN-5. dengan melakukan beberapa tahap pengujian untuk mendapat metode panel yang tepat antara Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model yaitu dengan uji chow, Lagrangian Multiplier atau LM tes dan Hausman tes. Kemudian dilakukan beberapa pengujian statistik. Pengujian statistik dalam penelitian ini terdiri dari uji asumsi klasik, uji signifikansi parameter melalui uji t dan uji F, serta pengukuran ketepatan model dengan R2. Berikut ini adalah persamaan regresi data panel yang digunakan:

4.     Hasil dan Pembahasan
Uji Stasioneritas Data
Tabel 4.1
Hasil Uji Stasioneritas ADF

Tabel 4.1 adalah hasil pengujian akar unit variabel nilai tukar riil, net foreign assets, terms of trade dan interest rate differential untuk masing-masing negara ASEAN-5. Pengujian unit root menunjukkan bahwa hanya variabel RER negara Singapura saja yang stasioner di tingkat level. Probabilitas variabel RER Singapura kurang dari tingkat signifikansi 1% sedangkan semua variabel di tiap negara tidak signifikan karena probabilitasnya lebih besar dari 1% maka terdapat akar unit atau tidak stasioner di tingkat level. Oleh karena itu pegujian unit root ADF pada tingkat first difference perlu dilakukan.
Hasil dari uji unit root tingkat first difference adalah semua variabel di tiap negara telah stasioner. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis Mackinnon (α) 1%, 5%, dan 10%. Berdasarkan hasil uji akar unit yang menunjukkan seluruh variabel stasioner (tidak terdapat akar unit) maka keempat variabel untuk kelima negara ASEAN dapat digunakan untuk proses regresi berikutnya.

Penentuan Lag Optimum
            Hasil uji lag optimum menunjukkan masing-masing dari lima negara memiliki lag optimum yang berbeda-beda. Pada Indonesia memiliki lag optimum tiga dalam estimasinya. Pada Malaysia memiliki lag optimum satu dalam estimasinya. Pada Filipina memiliki lag optimum dua dalam estimasinya. Pada Singapura memiliki lag optimum dua dalam estimasinya. Pada Thailand memiliki lag optimum empat dalam estimasinya. Namun untuk negara Singapura digunakan lag optimum empat untuk tahap selanjutnya.
Uji Kointegrasi
Dari hasil uji kointegrasi yang dilakukan dengan melihat nilai trace statistic dan max-eigen statistic menunjukkan bahwa dari ke-lima negara hanya empat negara yang terdapat kointegrasi yaitu Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Sebaliknya, Malaysia tidak terbukti terkointegrasi. Hasil pengujian kointegrasi ini menunjukkan bahwa meskipun semua variabel tidak stasioner pada tingkat level dan stasioner pada first difference, namun terdapat keseimbangan atau hubungan jangka panjang pada masing-masing variabel. Oleh karena itu, model VECM relevan digunakan dalam penelitian ini untuk ke-empat negara yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Karena Malaysia tidak terkointegrasi yang artinya tidak memiliki hubungan jangka panjang, maka Malaysia tidak digunakan dalam langkah selanjutnya di penelitian ini.

Tabel 4.2
Hasil Estimasi VECM Persamaan Jangka Panjang

Setelah mendapat koefisien dari setiap variabel untuk tiap negara dan melakukan uji t-statistik terhadap semua variabel, hasil yang didapat menunjukkan dalam jangka panjang, semua variabel untuk tiap negara mempunyai t-statistik yang lebih besar dari t-tabel (1,7033) kecuali variabel Interest Rate Differential (IRD) untuk Indonesia yang secara signifikan tidak berpengaruh terhadap real exchange rate (RER). Dikarenakan IRD di dalam model Indonesia signifikan tidak berpengaruh terhadap RER, harus dilakukan pengujian ulang dengan menghilangkan variabel yang signifikan tidak berpengaruh tersebut dari variabel penjelas untuk Indonesia saja. Metode ini disebut metode General to Specific Method. Untuk ketiga negara lain tetap akan menggunakan variabel IRD dalam perhitungan keseimbangan nilai tukar riil.  Hasil pengujian ulang untuk indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 4.3
Hasil Estimasi VECM Persamaan Jangka Panjang Model Indonesia


Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai keseimbangan nilai tukar riil untuk tiap negara. Menghitung keseimbangan nilai tukar riil menggunakan data time series masing-masing negara dan menggunakan koefisien hasil estimasi VECM dengan perhitungan sebagai berikut:
Indonesia  :  ERERIDN  =  -630,0278 - 1121,227 NFAt-1 + 23256,19 TOTt-1
Filipina       :  ERERPHL  = -423,1159 - 5,632111NFAt-1 + 301,677TOTt-1 + 12,6171 IRDt-1
Singapura : ERERSGP = -0,511517 - 0,011101 NFAt-1 + 3,05725 TOTt-1 + 0,04135 IRDt-1
Thailand    :  ERERTHA = 3,06386 - 0,294415 NFAt-1 + 45,22 TOTt-1 -  1,337542 IRDt-1
Setelah didapatkan data keseimbangan nilai tukar riil, kemudian yang harus dilakukan adalah menghitung misalignment dengan cara mengurangkan nilai tukar riil aktual dengan keseimbangan nilai tukar riil. Selisih tersebut yang merupakan real exchange rate misalignment.

Model Regresi Data Panel
Pemilihan Model Estimasi Data Panel
            Dari hasil beberapa pengujian pemilihan model estimasi data panel seperti Uji Chow, Lagrangian Multiplier atau LM tes dan Hausman tes maka metode yang terpilih adalah metode Fixed Effect Model (FEM) dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Fixed Effect Model (FEM)


Uji Asumsi Klasik
Tujuan dari pengujian ini adalah memastikan bahwa estimasi yang diperoleh bersifat BLUE (Best Liniear Unbiased Estimator). Beberapa pengujian yang dilakukan meliputi pengujian mengenai multikoliniearitas, heteroskedastisitas,  dan autokorelasi.  Dari ketiga pengujian asumsi klasik didapatkan hasil bahwa model tidak terkena masalah multikoliniearitas, heteroskedastisitas,  dan autokorelasi.
Uji t-Statistik
            Berdasarkan hasil estimasi regresi FEM pada Tabel 4.4, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa koefisien masing-masing variabel bebas memiliki nilai yang berbeda. Identifikasi masing-masing variabel untuk model dijelaskan sebagai berikut:
a.      Koefisien regresi variabel real exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,43e-06 dengan nilai probabilitas 0,976 yang artinya lebih besar dari α (1%, 5%, dan 10%). Parameter ini tidak dapat dipakai sebagai estimator yang signifikan dan tidak dapat mempengaruhi variabel dependen.
b.      Koefisien regresi variabel gross fixed capital formation terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 0,1232157 dengan nilai probabilitas 0,056 yang artinya lebih kecil dari α (6%).  Parameter ini signifikan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien sebesar 0,1232157 menunjukkan hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Hubungan antara GFCF dan pertumbuhan ekonomi dapat diinterpretasikan jika terjadi peningkatan GFCF sebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,1232157% dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan, yaitu bahwa gross fixed capital formation memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.
c.      Koefisien regresi variabel real exchange rate terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -0,0008728 satuan dengan probabilitas 0,005 yang artinya lebih kecil dari α (1%). Parameter ini signifikan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien sebesar -0,0008728 satuan menunjukkan hubungan negatif  antara kedua variabel tersebut. Hubungan antara real exchange rate dan pertumbuhan ekonomi dapat diinterpretasikan jika terjadi apresiasi pada setiap 1 satuan mata uang domestik terhadap dollar maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar  0,08728% dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan, yaitu bahwa real exchange rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.
Uji F-Statistik
         Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik untuk model FEM pada penelitian ini sebesar 0,0006. Angka ini menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik kurang dari tingkat signifikansi α = 1%. Hal ini berarti bahwa seluruh variabel independen (real exchange rate misalignment, gross fixed capital formation, dan real exchange rate) secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN-5

Koefisien Determinasi (R2)
            Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,1342. Hal ini berarti bahwa variasi dari variabel independen (real exchange rate misalignment, gross fixed capital formation, dan real exchange rate) sebesar 13,42% dapat menjelaskan variabel dependen (pertumbuhan ekonomi), sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model.

Pembahasan
                        Menghitung keseimbangan nilai tukar riil atau equilibrium real exchange rate (ERER) menjadi langkah pertama dari penelitian ini. Analisis kointegrasi berguna dan menjadi penting dalam melihat hubungan jangka panjang antar variabel untuk mendapat ERER. Dengan memasukkan nilai koefisiensi hasil regresi ke-empat negara ke persamaan jangka panjang maka akan didapat nilai ERER yang akan dibandingkan dengan nilai RER. Gambar 4.1 menunjukkan grafik hubungan ERER dan RER pada periode 1980 hingga 2011 di 4 negara ASEAN. Digambarkan dengan warna merah menunjukkan real exchange rate (RER) dan warna hijau menunjukkan equilibrium real exchange rate (ERER) masing-masing negara. Maka, jika garis merah berada di bawah garis hijau atau RER di bawah ERER maka dapat dinyatakan bahwa nilai tukar yang berlaku adalah undervalue dan sebaliknya jika garis merah berada di atas garis hijau atau RER di atas ERER maka nilai tukar tersebut overvalue.


Gambar 4.8
Perkembangan Nilai Tukar Riil dan Keseimbangannya Periode 1980-2011 di ASEAN-4

            Secara keseluruhan tiap negara di ASEAN-4 memiliki episode masing-masing untuk undervalue dan overvalue misalignment. Indonesia dan Thailand memiliki pergerakan misalignment  cenderung lebih fluktuatif antara undervalue dan overvalue dibanding dengan Filipina dan Singapura. Filipina memiliki jenis real exchange rate misalignment yang overvalue dan sebaliknya Singapura dengan misalignment yang undervalue. Dari pengujian dalam penelitian ini didapat hasil bahwa misalignment yang terjadi di ASEAN-4 ini didapatkan hasil yang berbeda dari hipotesis penulis yang menyatakan real exchange rate misalignment berhubungan negatif signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa real exchange rate misalignment berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi tetapi tidak signifikan mempengaruhi di ASEAN-4. Pergerakan misalignment dan pertumbuhan ekonomi ke-empat negara dapat dilihat di Gambar 4.2


Gambar 4.2
Perkembangan Real Exchange Rate Misalignment dan Pertumbuhan Ekonomi Periode 1980-2011 di ASEAN-4
                                                                
            Di Gambar 4.2 ini overvalued digambarkan dengan garis kuning dengan nilai positif atau diatas garis  0, dan sebaliknya undervalued digambarkan dengan garis kuning dengan nilai negatif atau dibawah garis 0. Hubungan negatif dan signifikan seharusnya digambarkan dengan tingginya misalignment dan pertumbuhan ekonomi yang menurun. Indonesia, Filipina dan Thailand dengan misalignment yang overvalue juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan Singapura dengan misalignment yang undervalue. Namun jika dilihat di Gambar 4.2 tidak ada siklus yang sama untuk hubungan real exchange rate misalignment dan pertumbuhan ekonomi di ASEAN-4. Sehingga mengapa hubungan kedua variabel ini tidak signifikan dapat diketahui dengan melihat pergerakan variabel lain yang menghubungkan antara misalignment  dan pertumbuhan ekonomi yang dalam penelitian ini ditunjukan oleh ekspor dan tingkat pengangguran.


Gambar 4.3
Perkembangan Real Exchange Rate Misalignment dan Ekspor Periode 1980-2011 di ASEAN-4

            Untuk membuktikan dan mendapat alasan kenapa misalignment tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Gambar 4.3 menggambarkan pergerakan misalignment dan presentase ekspor terhadap GDP. Nilai tukar dengan misalignment yang overvalue ditandai dengan grafik hitam yang berada diatas garis 0 di sisi kiri dan sebaliknya. Ekspor diwakili dengan persentase ekspor  terhadap GDP masing-masing negara. Jika sesuai dengan hipotesis maka seharusnya ketika misalingnment meningkat akan berpengaruh pada ekspor yang menurun. Berlawanan dengan hasil Diallo (2011) yang menyatakan bahwa real exchange rate misalignment memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap ekspor, overvaluation yang tinggi di Indonesia, Filipina dan di Thailand berjalan beriringan dengan meningkatnya ekspor. Memang tidak selalu berhubungan positif antara misalignment dan ekspor, namun dapat dilihat jelas pada tahun-tahun tertentu di Gambar 4.3. Seperti di Thailand pada tahun 1985, 1991, 1997, 2005, 2008, dan 2011, kenaikan overvaluation diikuti kenaikan persentase ekspor. Untuk Indonesia, hubungan positif dua variabel ini terlihat jelas dalam periode setelah krisis. Kenaikan overvalue diimbangi dengan ekspor yang juga naik seperti pada tahun 1983, 1992, 1998, 2000, 2005, 2007 dan tahun 2010.
           Meskipun variabel makroekonomi seperti nilai tukar dalam bentuk misalignment terbukti tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar dalam bentuk riil mempunyai hubungan negatif yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di ASEAN-4. Hasil ini mengkonfirmasi penelitian Diallo (2012) dengan estimasi panel 74 negara yang menyimpulkan bahwa volatilitas nilai tukar riil berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dampak dari volatilitas nilai tukar riil tergantung dari tingkat perkembangan keuangan tiap Negara.
           Variabel terakhir yang dilihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi adalah Gross Fixed Capital Formation (GFCF). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel GFCF ini signifikan dan berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN-5. Artinya, ketika persentase GFCF meningkat  maka tingkat pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Dalam penelitian ini GFCF diwakili dengan presentase terhadap pertumbuhan ekonomi. Respon positif pertumbuhan ekonomi akibat Gross Fixed Capital Formation ini sesuai dengan pandangan Capital Fundamentalism yang menunjukkan bahwa pembentukan modal memainkan peran penting dalam model pertumbuhan ekonomi.

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang real exchange rate misalignment dan pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5 maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.       Tidak terdapat bukti yang memperlihatkan pengaruh negatif signifikan dari real exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5
2.       Meskipun tidak ada hubungan antara real exchange rate misalignment dan pertumbuhan ekonomi, namun ditemukan bahwa depresiasi nilai tukar berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi juga menjelaskan bahwa variabel Greoss Fixed Capital Formation berpengaruh positif terhadap pertumbuha n ekonomi.
3.       Terdapat masing-masing episode real exchange rate misalignment baik dalam bentuk overvaluation dan juga undervaluation masing-masing negara ASEAN-4
4.       Perubahan nilai tukar riil di ASEAN-4 dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti Net Foreign Assets, Real Interest Rate Differential, dan Terms of Trade, kecuali nilai tukar riil di Indonesia tidak dipengaruhi real interest rate differential. Hal ini memperlihatkan bahwa pergerakan nilai tukar dapat dijelaskan oleh teori pembentukan nilai tukar dengan pendekatan assets, pendekatan balance of payment dan pendekatan krisis.

DAFTAR REFERENSI
Aflouk, Nabil Dan Jacques Mazier. 2013. Exchange Rate Misalignment And Economic Growth: A Threshold Panel Approach. Economic Bulletin, 2013, Vol. 33 No. 2 Pp 1333-1347
Aguirre, Álvaro Dan César Calderón. 2005. Real Exchange Rate Misalignments And Economic Performance. Central Bank Of Chile Working Papers N° 315
Ardiansyah, Rudi. 2006. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Skripsi Tidak Diterbitkan. Institut Pertanian Bogor
Béreau, et. al. 2009. Currency Misalignments and Growth: A New Look using Nonlinear Panel Data Methods. Centre D’études Prospectives Et D’ Informations Internationales.  WP No 2009 – 17
Clark,  P.,  MacDonald,  R..  1998.  Exchange  rates  and  economic  fundamentals:  A methodological  comparison  of  BEERs  and  FEERs.  IMF  working  paper  WP/98/67.  International  Monetary  Fund
Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika, Buku 1 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Lane, Phillip R. Dan Gian Maria Milesi-Ferretti. 2000. The Transfer Problem Revisited: Net Foreign Assets and Real Exchange Rates.
Macdonald, Ronald Dan Flávio Vieira. 2010. A Panel Data Investigation Of  Real Exchange Rate Misalignment And Growth. Cesifo Working Paper No. 3061 May 2010
Moreno, Ramon And Gloria Pasadilla. 1998. Asia’s Financial Crisis: Lessons And Policy Responses. Pacific Basin Working Paper Series. Working Paper No. Pb98-02
Ndlela, Thandinkosi. 2010. Implications Of Real Exchange Rate Misalignment In Developing Countries: Theory, Empirical Evidence And Application To Growth Performance In Zimbabwe. MPRA Paper No. 32710
Sarno, Lucio dan Mark Taylor. 2003. The Economics of Exchange Rates. United Kingdom. Cambridge University Press.
Toulaboe, Dose.  Real Exchange Rate Misalignment And Economic Growth In Developing Countries. Southwestern Economic Review Fort Hays State University
Diallo, Ibrahima Amadou. 2012. The Effect of Real Exchange Rate Volatility on Productivity Growth. MPRA Paper No. 36171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar