REAL EXCHANGE RATE MISALIGNMENT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS ASEAN-5
HAZINDI
DAMAISTY
ABSTRACT
Real exchange rate misalignment has been an important
issue of economic literature. This paper uses Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER) method
to identify misalignment episode of 4 Asean countries. The results show that
equilibrium exchange rate is affected by net foreign assets, real interest rate
differential and terms of trade.
As according to this research’s purpose, the estimation
result show there are no significant effect of real exchange rate misalignment
on ASEAN-4 countries’s economic growth. But,
the results show that exchange rate depreciation significantly has negative
effect on economic growth. The estimation results also show that gross fixed
capital formation significantly affects economic growth.
Keywords : Real Exchange Rate Misalignment, BEER, Economic Growth, VECM, Panel,
ASEAN-5
1.
Pendahuluan
Krisis keuangan Asia telah menjadi salah satu peristiwa ekonomi yang paling
serius dari ke empat gelombang krisis yang melanda pasar modal internasional
selama tahun 1990-an. Krisis yang dimulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 1996 oleh semua negara di Asia kecuali Filipina ini menyebabkan
guncangan terhadap mata uang negara-negara di Asia. Runtuhnya baht Thailand
pada bulan juli 1997 memicu gelombang depresiasi dan penurunan pasar saham
negara-negara di Asia lainnya (Moreno, et al, 1998). Majid dan Yusoff (2004)
menyatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah exchange rate misalignment yang meningkatkan kemungkinan serangan
spekulatif yang akhirnya menyebabkan krisis terjadi. Aguirre dan Calderon
(2005) juga menjelaskan bahwa exchange
rate misalignment adalah salah satu indikator kunci dalam mengidentifikasi
kerentanan suatu negara. Khususnya overvaluation
nilai tukar riil yang berkelanjutan merupakan indikator peringatan dini
atas kemungkinan terjadinya currency
crashes (Krugman, 1979; Frankel dan Rose 1996; Kaminsky dan Reinhart, 1999
dalam Aguirre dan Calderon, 2005)
The real exchange rate misalignment merupakan variabel penting dalam lingkaran kebijakan dan perhitungannya
merupakan salah satu isu paling kontroversial dalam perekonomian terbuka.
Pembahasan dan penelitian mengenai misalignment
di Asia Tenggara menjadi penting untuk dibahas karena meskipun exchange rate misalignment tidak lagi
berdampak terhadap krisis ekonomi, dampak lain yang harus diperhatikan akibat exchange rate misalignment adalah
terhadap pertumbuhan ekonomi (sumber lihat: Toulaboe, 2006; MacDonald dan
Vieira, 2010; Aflouk dan Mazier, 2013;
Béreau, et al., 2009; Aguirre dan
Calderon, 2005; dan Ndlela,
2010). Sehingga tujuan dari penelitian
ini adalah untuk melihat Bagaimana pengaruh exchange
rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.
2.
Landasan Teori
Prinsip dasar dari pengukuran exchange
rate misalignment adalah
menghitung sebuah equilibrium real
exchange rate (ERER) dengan memperkirakan secara empiris persamaan nilai
tukar jangka panjang yang berasal dari model teoritis (Aguirre dan Calderón,
2005; Aflouk dan Mazier, 2013; Sawada dan Yotopoulusu, 2006; dan Megumi Kubota,
2009). Dalam penelitian ini digunakan
pendekatan Behavioural Equilibrium Exchange
Rate (BEER) dalam menghitung equilibrium
real exchange rate.
Pendekatan
Behavioural Equilibrium Exchange Rate
(BEER)
Pendekatan
BEER yang diperkenalkan oleh Clark dan MacDonald pada tahun 1998 ini
memperkirakan hubungan jangka panjang antara keseimbangan nilai tukar riil dan fundamentalnya. Pendekatan BEER ini lebih
sederhana dalam menggunakan latar
belakang teori dan data. Clark dan MacDonald (1998) dalam menggambarkan model
BEER percaya bahwa nilai tukar riil berada dalam kondisi keseimbangan dalam
arti “behavioral sense” ketika
pergerakannya mencerminkan perubahan dalam fundamental ekonomi yang berhubungan
dengan nilai tukar riil dan didefinisikan dengan baik secara statistik.
Dengan mengacu kepada penelitian yang dilakukan Clark dan MacDonald (1999),
Z1t dapat diartikan sebagai seperangkat fundamental yang diharapkan
memiliki efek pada nilai tukar riil jangka panjang, seperti net foreign asset, produktifitas relatif
dan terms of trade dan Z2t sebagai
seperangkat fundamental yang mempunyai efek yang persisten pada jangka pendek
yaitu real interest rate yields untuk
menangkap pergerakan jangka menengah atau siklus bisnis yang berpengaruh pada
nilai tukar riil. Sehingga model analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
Pemilihan variabel diatas dalam menghitung equilibrium
real exchange rate didasarkan dari
beberapa teori penentu keseimbangan nilai tukar yaitu sebagai berikut
Teori Neraca Pembayaran (Balance of Payment)
Pendekatan neraca pembayaran adalah pendekatan pertama untuk permodelan
nilai tukar (Solnik, 2000). Menurut Ardhiansyah (2006) neraca pembayaran dapat
memberikan gambaran beberapa aliran sumber dana antara suatu negara dengan
negara lain. Aliran dana tersebut menyebabkan permintaan dan penawaran terhadap
mata uang asing dan domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan
dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh
terhadap nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap
nilai tukar mata uang asing mengalami peningkatan karena adanya keperluan
transaksi yang harus menggunakan mata uang asing, maka hal tersebut dapat
menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami
depresiasi, dan sebaliknya.
Hubungan ekspor dan impor yang diatur dalam neraca pembayaran merupakan
hubungan perdagangan oleh suatu negara dan tidak dapat dilepaskan dari masalah
harga dan keuntungan. Apabila harga ekspor relatif lebih tinggi dibanding
dengan harga impor, maka posisi tersebut akan menguntungkan suatu negara dan
sebaliknya. Untuk mengukur perbandingan harga ekspor (unit value of export) terhadap harga impor (unit value of import) yang mencerminkan posisi perdagangan suatu
negara untuk periode waktu tertentu digunakan dasar tukar atau terms of trade.
Teori Assets Market
Permodelan
nilai tukar modern ketika sistem nilai tukar mengambang mulai diberlakukan di
dunia lebih menekankan pada pasar aset keuangan dibanding dengan pendangan
tradisional atas nilai tukar yang menyesuaikan keseimbangan perdagangan
internasional pada pasar barang. Dikarenakan penyesuaian harga barang relatif
lebih lambat daripada harga aset keuangan dan aset keuangan diperdagangkan
secara terus-menerus setiap hari, maka beralihnya penggunaan dari pasar barang
ke pasar aset memilki dampak yang penting. Nilai tukar akan berubah setiap hari
atau bahkan setiap menit sebagai dampak dari perubahan penawaran dan permintaan
untuk aset keuangan atas negara-negara di dunia (Husted dan Melvin, 2009).
Model nilai tukar dengan pendekatan aset finansial ini mengasumsikan adanya
mobilitas modal yang sempurna. Dengan kata lain, aliran modal bisa dengan bebas
berpindah antar negara karena tidak adanya biaya transaksi yang signifikan dan
hambatan dalam investasi. Dalam hal ini, perbedaan tingkat suku bunga (the real interest rate differential) berperan penting dalam pasar valuta
asing.
Teori krisis
Peran
penting dalam krisis keuangan Asia pada tahun 1997 dimainkan oleh para
perantara keuangan yang mendapatkan uang dengan bunga yang rendah dan kemudian
meminjamkan dengan harga yang jauh lebih tinggi untuk membiayai investasi
keuangan yang beresiko. Kondisi ini menyebabkan terjadinya domestic assets price bubble. Namun, domestic assets price bubble dan mekanisme terjadinya krisis ini
menyebabkan harga aset mulai turun, mengakibatkan kebangkrutan para perantara
keuangan yang memaksa untuk menghentikan kegiatannya dan menyebabkan
meningkatnya deflasi harga aset dan adanya capital
flight (pelarian modal) karena harga aset runtuh. Pelarian modal
besar-besaran inilah yang kemudian menghasilkan keruntuhan nilai mata uang
(Sarno dan Taylor, 2002:259).
Hal ini
sesuai dengan pendapat Lane dan Ferreti (2000) yang menyatakan bahwa pada
akhirnya efek perpindahan memainkan peran utama dalam banyak model makroekonomi
yang menyoroti peran net foreign assets
sebagai variabel yang dapat menghasilkan efek yang persisten. Beberapa model
teoritis memprediksi bahwa apresiasi nilai tukar harus dikaitkan dengan
akumulasi net foreign assets dalam
jangka panjang. Dalam peraturan sederhana keynesian, negara dengan kewajiban
eksternal yang besar memerlukan surplus perdagangan untuk membiayai
kewajibannya dan untuk mencapai surplus perdagangan ini membutuhkan nilai tukar
yang lebih terdepresiasi (Lane dan Ferreti, 2000).
Hubungan Exchange
Rate Misalignment dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dampak
merugikan dari exchange rate misalignment
pada pertumbuhan ditekankan oleh Toulaboe (2006) yang menyatakan bahwa
meskipun banyak mekanisme bagaimana kebijakan mampu mempengaruhi kinerja
perekonomian tetapi nilai tukar riil merupakan mekanisme transmisi yang utama.
Nilai tukar yang overvalued akan
menghambat sektor ekspor suatu negara dan barang-barang impor akan semakin
banyak membanjiri pasar domestik.
Dornbusch
(1991) dalam Ndlela (2010) menjelaskan mekanisme transmisi hubungan exchange rate misalignment dengan
pertumbuhan ekonomi dari sudut pandang neraca perdagangan dan daya saing
ekspor. Menurutnya, ketika misalignment
yang berbentuk overvaluation nilai
tukar akan berdampak pada menurunnya daya saing para perusahaan domestik karena
perusahaan domestik dikenakan biaya yang lebih tinggi daripada perusahaan
asing. Oleh karena itu, jika tetap ingin mendapat keuntungan, maka perusahaan
domestik harus menghadapi pilihan sulit yaitu dengan mengurangi tingkat
keuntungan atau menurunkan tingkat produksi. Bagaimanapun, pengurangan
keuntungan perusahaan domestik akan menyebabkan penurunan investasi dan
penurunan ekspor. Akibatnya, misalignment
akan menurunkan aktifitas perdagangan dan cenderung akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Dornbusch (1991) dalam Ndlela (2010) juga
menyatakan bahwa kinerja yang buruk dari sektor barang yang diperdagangkan (tradable goods) akan menghambat kegiatan
di seluruh sektor perekonomian. Hal ini dikarenakan ekspor tidak hanya penting
untuk mewakili sebagian besar dari total produksi dan kesempatan kerja, tetapi
juga sebagai salah satu penentu utama dari keseluruhan tingkat kegiatan
ekonomi. Buruknya kinerja sektor ekspor sehingga meningkatkan pengangguran
menyebabkan penurunan pengeluaran agregat dan menurunkan permintaan akan
barang-barang yang tidak diperdagangkan (non
tradable goods). Perusahaan di sektor barang yang tidak diperdagangkan akan
dipaksa untuk mengurangi produksi dan tenaga kerja yang menyebabkan penurunan
lebih lanjut dalam output dan kesempatan kerja. Kerugian ini dapat menyebabkan
hilangnya pendapatan pemerintah.
3.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian untuk
melihat hubungan dari exchange rate
misalignment dan pertumbuhan ekonomi. Metode pertama yaitu Vector Error Correction Model (VECM)
digunakan untuk menganalisis pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tukar riil sehingga didapatkan nilai keseimbangannya digunakan objek
penelitian tiap negara di ASEAN-5 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini adalah 31
tahun, dimulai pada data tahun 1980 sampai tahun 2011. Selanjutnya untuk
menganalisis pengaruh exchange rate
misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi juga menggunakan ASEAN-5 namun
metode kedua dengan menggunakan model regresi data panel. Berikut ini merupakan
definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
1.
Pemodelan equilibrium exchange rate:
1) Nilai Tukar Riil atau Real Exchange Rate (RER)
RER menyatakan tingkat di mana suatu negara
dapat memperdagangkan barang-barangnya dengan barang-barang dari negara lain. Real exchange rate atau nilai tukar riil adalah nilai tukar
nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam
negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
di mana r adalah nilai tukar riil, e
adalah nilai tukar nominal, P adalah
tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga luar negeri.
Tingkat harga luar negeri yang digunakan adalah negara Amerika.
2)
Net
Foreign Asset (NFA)
NFA
merupakan cerminan dari ketersediaan devisa negara untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dengan pihak luar negeri. Variabel net foreign asset yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
dari net foreign asset tiap negara
terhadap GDP dan menggunakan satuan persen.
3)
Terms
Of Trade (TOT)
TOT mencerminkan
posisi perdagangan suatu negara untuk periode waktu tertentu. Terms of trade merupakan rasio indeks
harga ekspor terhadap indeks harga impor. Harga ekspor adalah harga dari ekspor
yang dikonversi ke dolar dan dinyatakan sebagai presentasi dari rata-rata untuk
tahun dasar (tahun 2000). Begitu juga dengan harga impor. Tahapan
perhitungannya yaitu dengan membagi rasio indeks harga ekspor dengan rasio
index harga impor.
4) The Real Interest Rate
Differential (IRD)
IRD adalah perbedaan antara tingkat suku bunga riil suatu negara
dengan tingkat suku bunga rill negara lain. Tingkat suku bunga riil didefinisikan
sebagai rata-rata tahunan imbal hasil obligasi pemerintah dikurangi dengan
tingkat inflasi yang diukur dengan GDP deflator dengan satuan persen. Tahapan
perhitungannya yaitu dengan mengurangkan tingkat suku bunga masing-masing
negara dengan tingkat suku bunga dollar.
2.
Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi
1) Gross Domestic Product
(GDP)
Gross domestic product adalah
semua nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam suatu kurun
waktu tertentu. Di mana hasil produksi diperoleh dari WNI ataupun WNA yang
bekerja di negara tersebut, dan barang dan jasa hasil produksi merupakan final output. Dalam penelitian ini GDP yang digunakan
merupakan kenaikan dari Gross Domestic
Bruto (GDP) riil tiap tahunnya dengan satuan persen.
2) Exchange Rate Misalignment (MIS)
ERM
didefinisikan sebagai penyimpangan nilai tukar riil dari
tingkat ekuilibrium. Nilai dari variabel ini didapat dari selisih nilai tukar
riil dengan data yang didapat dari hasil permodelan keseimbangan nilai tukar
riil.
3) Real Exchange Rate (RER)
RER menyatakan
tingkat di mana suatu negara dapat memperdagangkan barang-barangnya dengan
barang-barang dari negara lain. Real
exchange rate atau nilai tukar riil
adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu
harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
di
mana r adalah nilai tukar riil, e adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga luar negeri.
Tingkat harga luar negeri yang digunakan adalah negara Amerika.
4) Gross Fixed Capital Formation (GFCF)
GFCF menggambarkan
seberapa besar nilai investasi domestik suatu negara. Data yang digunakan untuk
variabel ini adalah nilai presentase gross
fixed capital formation terhadap GDP yang merupakan presentase nilai
investasi domestik suatu negara.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder tahunan. Data sekunder untuk net
foreign assets, terms of trade, real exchange rate, gross fixed capital
formation dan gross domestic product
diperoleh dari World Development
Indicator (World Bank) dan data real
interest rate
differential diperoleh dari International Financial Statistics (IFS)
database.
Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Tahap pertama yang dilakukan dalam
penghitungan data yang bersifat time series
yaitu dengan melakukan pengujian stasioneritas pada tiap variabel yang akan
digunakan dalam model. Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu
variabel bersifat stasioner di tingkat level
atau stasioner pada difference. Suatu
data yang tidak stasioner perlu dipertimbangkan kembali karena hasil regresi
data yang tidak stasioner dapat menimbulkan spurius
regression atau regresi palsu yaitu regresi dengan hasil bagus namun data
yang digunakan tidak stasioner sehingga koefisien dari hasil estimasi menjadi
tidak valid (Gujarati, 2004). Uji stasioneritas data yang digunakan adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Langkah selanjutnya adalah penetapan lag optimal. Penetuan lag optimal merupakan salah satu langkah
penting dalam uji stasioneritas data dan estimasi VECM untuk mengetahui berapa
jumlah lag yang sesuai untuk diamati
karena jika lag yang digunakan
terlalu sedikit maka residual dari regresi tidak dapat menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat
mengestimasi actual error secara
tepat.
Setelah mendapat lag optimal, kemudian langkah selanjutnya adalah uji kointegrasi.
Variabel yang tidak stasioner dalam suatu model dapat dilihat hubungan jangka
panjangnya melalui kombinasi linier sehingga dalam jangka panjang memiliki
kemungkinan untuk menjadi stasioner. Hubungan keseimbangan jangka panjang
antara variabel-variabel dinamakan dengan kointegrasi. Uji kointegrasi
dilakukan untuk melihat secara empirik hubungan antara teori jangka panjang (the long run theory) dan dinamika jangka
pendek (the short run dynamic)
(Kennedy, 2003). Setelah data terbukti terkointegrasi, barulah didapat
koefisien jangka panjang tiap negara ASEAN-5 yang kemudian dapat dihitung nilai
equilibrium real exchange rate (ERER) dengan rumus berikut ini:
Kemudian, misalignment
(MIS) didapat dari:
Metode Regresi Data Panel
Setelah didapat nilai misalignment maka dapat dilakukan tahap
selanjutnya. Permodelan kedua dalam penelitian ini menganalisis hubungan exchange rate misalignment terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode regresi data panel yang
menggabungkan data time series dan cross section untuk ASEAN-5. dengan melakukan beberapa tahap
pengujian untuk mendapat metode panel yang tepat antara Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model yaitu dengan uji chow, Lagrangian Multiplier atau LM tes dan Hausman tes. Kemudian dilakukan
beberapa pengujian statistik. Pengujian statistik dalam penelitian ini terdiri
dari uji asumsi klasik, uji signifikansi parameter melalui uji t dan uji F,
serta pengukuran ketepatan model dengan R2. Berikut ini adalah persamaan regresi data panel yang
digunakan:
4.
Hasil dan Pembahasan
Uji
Stasioneritas Data
Tabel
4.1
Hasil
Uji Stasioneritas ADF
Tabel 4.1 adalah
hasil pengujian akar unit variabel nilai tukar riil, net foreign assets, terms of
trade dan interest rate differential
untuk masing-masing negara ASEAN-5.
Pengujian unit root menunjukkan bahwa
hanya variabel RER negara Singapura saja yang stasioner di tingkat level. Probabilitas variabel RER
Singapura kurang dari tingkat signifikansi 1%
sedangkan semua variabel di tiap negara tidak signifikan karena probabilitasnya
lebih besar dari 1% maka terdapat akar
unit atau tidak stasioner di tingkat level. Oleh karena itu pegujian unit root ADF pada tingkat first difference perlu dilakukan.
Hasil dari uji unit
root tingkat first difference
adalah semua variabel di tiap negara telah stasioner. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-statistik ADF lebih besar dari
nilai kritis Mackinnon (α) 1%, 5%, dan 10%. Berdasarkan hasil uji akar unit
yang menunjukkan seluruh variabel stasioner (tidak terdapat akar unit) maka
keempat variabel untuk kelima negara ASEAN dapat digunakan untuk proses regresi
berikutnya.
Penentuan Lag Optimum
Hasil uji lag optimum menunjukkan
masing-masing dari lima negara memiliki lag
optimum yang berbeda-beda. Pada Indonesia memiliki lag optimum tiga dalam estimasinya. Pada Malaysia memiliki lag optimum satu dalam estimasinya. Pada
Filipina memiliki lag optimum dua
dalam estimasinya. Pada Singapura memiliki lag
optimum dua dalam estimasinya. Pada Thailand memiliki lag optimum empat dalam estimasinya. Namun untuk negara Singapura digunakan
lag optimum empat untuk tahap
selanjutnya.
Uji
Kointegrasi
Dari hasil uji kointegrasi
yang dilakukan dengan melihat nilai trace
statistic dan max-eigen statistic
menunjukkan bahwa dari ke-lima negara hanya empat negara yang terdapat
kointegrasi yaitu Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Sebaliknya,
Malaysia tidak terbukti terkointegrasi. Hasil pengujian kointegrasi ini
menunjukkan bahwa meskipun semua variabel tidak stasioner pada tingkat level
dan stasioner pada first difference, namun
terdapat keseimbangan atau hubungan jangka panjang pada masing-masing variabel.
Oleh karena itu, model VECM relevan digunakan dalam penelitian ini untuk
ke-empat negara yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Karena
Malaysia tidak terkointegrasi yang artinya tidak memiliki hubungan jangka
panjang, maka Malaysia tidak digunakan dalam langkah selanjutnya di penelitian
ini.
Tabel 4.2
Hasil Estimasi VECM Persamaan Jangka
Panjang
Setelah mendapat koefisien dari
setiap variabel untuk tiap negara dan melakukan uji t-statistik terhadap semua
variabel, hasil yang didapat menunjukkan dalam jangka panjang, semua variabel
untuk tiap negara mempunyai t-statistik yang lebih besar dari t-tabel (1,7033) kecuali variabel Interest Rate Differential (IRD) untuk Indonesia yang secara signifikan tidak berpengaruh terhadap real exchange rate (RER). Dikarenakan IRD di dalam model Indonesia signifikan
tidak berpengaruh terhadap RER, harus dilakukan pengujian ulang dengan
menghilangkan variabel yang signifikan tidak berpengaruh tersebut dari variabel
penjelas untuk Indonesia saja. Metode ini disebut metode General to Specific Method. Untuk ketiga negara lain tetap akan
menggunakan variabel IRD dalam perhitungan keseimbangan nilai tukar riil. Hasil pengujian ulang untuk indonesia adalah
sebagai berikut
Tabel 4.3
Hasil Estimasi VECM
Persamaan Jangka Panjang Model Indonesia
Langkah selanjutnya
adalah menghitung nilai keseimbangan nilai tukar riil untuk tiap negara.
Menghitung keseimbangan nilai tukar riil menggunakan data time series masing-masing negara dan menggunakan koefisien hasil
estimasi VECM dengan perhitungan sebagai berikut:
Indonesia : ERERIDN = -630,0278 -
1121,227 NFAt-1 + 23256,19 TOTt-1
Filipina
: ERERPHL = -423,1159 - 5,632111NFAt-1 + 301,677TOTt-1
+ 12,6171 IRDt-1
Singapura : ERERSGP = -0,511517 - 0,011101 NFAt-1 + 3,05725 TOTt-1 + 0,04135
IRDt-1
Thailand :
ERERTHA = 3,06386 - 0,294415 NFAt-1
+ 45,22 TOTt-1 - 1,337542 IRDt-1
Setelah didapatkan data
keseimbangan nilai tukar riil, kemudian yang harus dilakukan adalah menghitung misalignment dengan cara mengurangkan
nilai tukar riil aktual dengan keseimbangan nilai tukar riil. Selisih tersebut
yang merupakan real exchange rate misalignment.
Model Regresi Data Panel
Pemilihan Model Estimasi Data
Panel
Dari hasil beberapa
pengujian pemilihan model estimasi data panel seperti Uji Chow, Lagrangian Multiplier atau LM tes dan Hausman tes maka metode
yang terpilih adalah metode Fixed Effect
Model (FEM) dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Fixed Effect Model (FEM)
Uji Asumsi Klasik
Tujuan
dari pengujian ini adalah memastikan bahwa estimasi yang diperoleh bersifat
BLUE (Best Liniear Unbiased Estimator).
Beberapa pengujian yang dilakukan meliputi pengujian mengenai
multikoliniearitas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi. Dari ketiga
pengujian asumsi klasik didapatkan hasil bahwa model tidak terkena masalah
multikoliniearitas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi.
Uji t-Statistik
Berdasarkan hasil estimasi regresi
FEM pada Tabel 4.4, diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa koefisien masing-masing variabel bebas memiliki nilai
yang berbeda. Identifikasi masing-masing variabel untuk model dijelaskan
sebagai berikut:
a. Koefisien regresi variabel real
exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar
7,43e-06 dengan nilai probabilitas 0,976 yang artinya lebih besar dari α (1%,
5%, dan 10%). Parameter ini tidak dapat dipakai sebagai estimator yang
signifikan dan tidak dapat mempengaruhi variabel dependen.
b. Koefisien regresi variabel gross
fixed capital formation terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar
0,1232157 dengan nilai probabilitas 0,056 yang artinya lebih kecil dari α
(6%). Parameter ini signifikan dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien sebesar 0,1232157
menunjukkan hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Hubungan antara
GFCF dan pertumbuhan ekonomi dapat diinterpretasikan jika terjadi peningkatan
GFCF sebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,1232157%
dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yang dikemukakan, yaitu bahwa gross
fixed capital formation memberikan pengaruh yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.
c. Koefisien regresi variabel real
exchange rate terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -0,0008728 satuan
dengan probabilitas 0,005 yang artinya lebih kecil dari α (1%). Parameter ini
signifikan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien
sebesar -0,0008728 satuan menunjukkan hubungan negatif antara kedua variabel tersebut. Hubungan
antara real exchange rate dan
pertumbuhan ekonomi dapat diinterpretasikan jika terjadi apresiasi pada setiap
1 satuan mata uang domestik terhadap dollar maka akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,08728% dengan asumsi
variabel lainnya dianggap konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang
dikemukakan, yaitu bahwa real exchange
rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5.
Uji F-Statistik
Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik untuk model FEM pada penelitian ini
sebesar 0,0006. Angka ini menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik
kurang dari tingkat signifikansi α = 1%. Hal ini berarti bahwa seluruh variabel
independen (real exchange rate
misalignment, gross fixed capital formation, dan real exchange rate) secara signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi ASEAN-5
Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,1342. Hal ini
berarti bahwa variasi dari variabel independen (real exchange rate misalignment, gross fixed capital formation, dan
real exchange rate) sebesar 13,42%
dapat menjelaskan variabel dependen (pertumbuhan ekonomi), sisanya dijelaskan
oleh variabel di luar model.
Pembahasan
Menghitung
keseimbangan nilai tukar riil atau equilibrium
real exchange rate (ERER) menjadi langkah pertama dari penelitian ini.
Analisis kointegrasi berguna dan menjadi penting dalam melihat hubungan jangka
panjang antar variabel untuk mendapat ERER. Dengan memasukkan nilai koefisiensi hasil regresi
ke-empat negara ke persamaan jangka panjang maka akan didapat nilai ERER yang
akan dibandingkan dengan nilai RER. Gambar
4.1 menunjukkan grafik hubungan ERER dan RER pada periode 1980 hingga 2011
di 4 negara ASEAN. Digambarkan dengan warna merah menunjukkan real exchange rate (RER) dan warna hijau
menunjukkan equilibrium real exchange
rate (ERER) masing-masing negara. Maka, jika garis merah berada di bawah
garis hijau atau RER di bawah ERER maka dapat dinyatakan bahwa nilai tukar yang
berlaku adalah undervalue dan
sebaliknya jika garis
merah berada di atas garis hijau atau RER di atas ERER maka nilai tukar
tersebut overvalue.
Gambar 4.8
Perkembangan Nilai Tukar Riil dan Keseimbangannya
Periode 1980-2011 di ASEAN-4
Secara
keseluruhan tiap negara di ASEAN-4 memiliki episode masing-masing untuk undervalue dan overvalue misalignment.
Indonesia dan Thailand memiliki pergerakan misalignment cenderung lebih fluktuatif antara undervalue dan overvalue dibanding dengan Filipina dan Singapura. Filipina
memiliki jenis real exchange rate
misalignment yang overvalue dan
sebaliknya Singapura dengan misalignment yang
undervalue. Dari pengujian dalam
penelitian ini didapat hasil bahwa misalignment
yang terjadi di ASEAN-4 ini didapatkan hasil yang berbeda dari hipotesis
penulis yang menyatakan real exchange
rate misalignment berhubungan negatif signifikan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa real exchange rate misalignment berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi tetapi tidak signifikan mempengaruhi di ASEAN-4. Pergerakan
misalignment dan pertumbuhan ekonomi
ke-empat negara dapat dilihat di Gambar
4.2
Gambar 4.2
Perkembangan Real Exchange Rate Misalignment dan Pertumbuhan Ekonomi Periode
1980-2011 di ASEAN-4
Di Gambar 4.2 ini overvalued digambarkan dengan
garis kuning dengan nilai positif atau diatas garis 0, dan sebaliknya undervalued digambarkan
dengan garis kuning dengan nilai negatif atau dibawah garis 0. Hubungan negatif
dan signifikan seharusnya digambarkan dengan tingginya misalignment dan pertumbuhan ekonomi yang menurun. Indonesia,
Filipina dan Thailand dengan misalignment
yang overvalue juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah daripada
tingkat pertumbuhan Singapura dengan misalignment
yang undervalue. Namun jika dilihat di Gambar
4.2 tidak ada siklus yang sama untuk hubungan real exchange rate misalignment dan pertumbuhan ekonomi di ASEAN-4.
Sehingga mengapa hubungan kedua variabel ini tidak signifikan dapat diketahui
dengan melihat pergerakan variabel lain yang menghubungkan antara misalignment dan pertumbuhan ekonomi yang dalam penelitian
ini ditunjukan oleh ekspor dan tingkat pengangguran.
Gambar 4.3
Perkembangan Real Exchange Rate
Misalignment dan Ekspor Periode 1980-2011 di ASEAN-4
Untuk membuktikan dan mendapat
alasan kenapa misalignment tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Gambar
4.3 menggambarkan pergerakan misalignment
dan presentase ekspor terhadap GDP. Nilai tukar dengan misalignment yang overvalue ditandai dengan grafik hitam yang
berada diatas garis 0 di sisi kiri dan sebaliknya. Ekspor diwakili dengan
persentase ekspor terhadap GDP
masing-masing negara. Jika sesuai dengan hipotesis maka seharusnya ketika misalingnment meningkat akan berpengaruh
pada ekspor yang menurun. Berlawanan dengan hasil Diallo (2011) yang menyatakan
bahwa real exchange rate misalignment
memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap ekspor, overvaluation yang tinggi di Indonesia, Filipina dan di Thailand berjalan
beriringan dengan meningkatnya ekspor. Memang tidak selalu berhubungan positif
antara misalignment dan ekspor, namun
dapat dilihat jelas pada tahun-tahun tertentu di Gambar 4.3. Seperti di Thailand pada tahun 1985, 1991, 1997, 2005,
2008, dan 2011, kenaikan overvaluation diikuti
kenaikan persentase ekspor. Untuk Indonesia, hubungan positif dua variabel ini
terlihat jelas dalam periode setelah krisis. Kenaikan overvalue diimbangi
dengan ekspor yang juga naik seperti pada tahun 1983, 1992, 1998, 2000, 2005,
2007 dan tahun 2010.
Meskipun variabel makroekonomi seperti nilai tukar dalam bentuk misalignment terbukti tidak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dari hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa variabel nilai tukar dalam bentuk riil mempunyai hubungan negatif yang
signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di ASEAN-4. Hasil ini mengkonfirmasi
penelitian Diallo (2012) dengan estimasi panel 74 negara yang menyimpulkan
bahwa volatilitas nilai tukar riil berdampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi, namun dampak dari volatilitas nilai tukar riil tergantung dari tingkat
perkembangan keuangan tiap Negara.
Variabel terakhir yang dilihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
adalah Gross Fixed Capital Formation (GFCF).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel GFCF ini signifikan dan
berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN-5. Artinya,
ketika persentase GFCF meningkat maka
tingkat pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Dalam penelitian ini GFCF diwakili
dengan presentase terhadap pertumbuhan ekonomi. Respon positif pertumbuhan
ekonomi akibat Gross Fixed Capital Formation
ini sesuai dengan pandangan Capital
Fundamentalism yang menunjukkan bahwa pembentukan modal memainkan peran
penting dalam model pertumbuhan ekonomi.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang real exchange rate misalignment dan
pertumbuhan ekonomi di ASEAN-5 maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tidak terdapat bukti yang
memperlihatkan pengaruh negatif signifikan dari real exchange rate misalignment terhadap pertumbuhan ekonomi di
ASEAN-5
2.
Meskipun tidak ada hubungan antara real exchange rate misalignment dan
pertumbuhan ekonomi, namun ditemukan bahwa depresiasi nilai tukar berpengaruh
negatif pada pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi juga menjelaskan bahwa
variabel Greoss Fixed Capital Formation berpengaruh
positif terhadap pertumbuha n ekonomi.
3.
Terdapat masing-masing episode real exchange rate misalignment baik
dalam bentuk overvaluation dan juga undervaluation masing-masing negara ASEAN-4
4.
Perubahan nilai tukar riil di
ASEAN-4 dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti Net Foreign Assets, Real Interest Rate Differential, dan Terms of Trade, kecuali nilai tukar
riil di Indonesia tidak dipengaruhi real
interest rate differential. Hal ini memperlihatkan bahwa pergerakan nilai
tukar dapat dijelaskan oleh teori pembentukan nilai tukar dengan pendekatan assets, pendekatan balance of payment dan pendekatan krisis.
DAFTAR REFERENSI
Aflouk, Nabil Dan Jacques Mazier. 2013. Exchange Rate
Misalignment And Economic Growth: A Threshold Panel Approach. Economic
Bulletin, 2013, Vol. 33 No. 2 Pp 1333-1347
Aguirre, Álvaro Dan César
Calderón. 2005. Real Exchange Rate Misalignments And Economic Performance.
Central Bank Of Chile Working Papers N° 315
Ardiansyah, Rudi. 2006. Analisis
Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Institut Pertanian Bogor
Béreau, et. al. 2009. Currency
Misalignments and Growth: A New Look using Nonlinear Panel Data Methods. Centre
D’études Prospectives Et D’ Informations Internationales. WP No 2009 – 17
Clark, P.,
MacDonald, R.. 1998.
Exchange rates and
economic fundamentals: A methodological comparison
of BEERs and
FEERs. IMF working
paper WP/98/67. International
Monetary Fund
Gujarati, Damodar N. dan Dawn
C. Porter. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika, Buku 1 Edisi 5. Jakarta:
Salemba Empat.
Lane, Phillip R. Dan Gian
Maria Milesi-Ferretti. 2000. The Transfer Problem Revisited: Net Foreign
Assets and Real Exchange Rates.
Macdonald, Ronald Dan Flávio Vieira. 2010. A Panel Data Investigation
Of Real Exchange Rate Misalignment And
Growth. Cesifo Working Paper No. 3061 May 2010
Moreno, Ramon And Gloria
Pasadilla. 1998. Asia’s Financial Crisis: Lessons And Policy Responses.
Pacific Basin Working Paper Series. Working Paper No. Pb98-02
Ndlela, Thandinkosi. 2010. Implications
Of Real Exchange Rate Misalignment In Developing Countries: Theory, Empirical
Evidence And Application To Growth Performance In Zimbabwe. MPRA Paper No. 32710
Sarno, Lucio dan Mark Taylor.
2003. The Economics of Exchange Rates. United Kingdom. Cambridge
University Press.
Toulaboe, Dose. Real Exchange Rate Misalignment And Economic
Growth In Developing Countries. Southwestern Economic Review Fort Hays State
University
Diallo, Ibrahima Amadou. 2012.
The Effect of Real Exchange Rate Volatility on Productivity Growth. MPRA
Paper No. 36171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar