iklan

Rabu, 24 Juli 2013

PROPOSAL UNTUK SKRIPSI S1 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN; PERKEMBANGAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
  Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah membawa perubahan mendasar pada perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Indonesia, karena dengan adanya undang-undang tersebut maka kebijakan moneter di Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Dengan berlakunya UU tersebut maka sejak tahun 2000 indonesia secara resmi telah mengadopsi kerangka kebijakan moneter inflation Targting. Walaupun terjadi amandemen Undang-undang Bank Indonesia menjadi UU No.3 tahun 2004, tetapi sasaran akhir kebijakan moneter tetap pada stabilitas inflasi. Perbedaannya adalah penetapan inflasi harus dilakukan dengan koordinasi dari pemerintah. Setelah berkoordinasi dengan pemerintah, Bank Indonesia dalam publikasi BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6% ±1%, dan % 5,0%±1%.
Di awal penerapan inflation targeting framework di Indonesia, Bank Indonesia masih menggunakan besaran moneter sebagai instrumen operasional kebijakan moneter. Menurut Ijas (1999), penggunaan besaran moneter sebagai sasaran operasional merupakan sesuatu yang bersifat temporer yang dilakukan untuk menyerap ekspansi moneter yang berasal dari kelebihan likuiditas pada sektor perbankan akibat adanya program bantuan likuiditas bank indonesia (BLBI).  Penggunaan besaran moneter sebagai sasaran operasional pada saat itu didasarkan pada dua alasan mendasar: 1) besaran moneter adalah pilihan terbaik sebagai nominal anchor kebijakan moneter bila dibandingkan dengan suku bunga mengingat pada saat itu situasi perekonomian serba tidak pasti dan sangat dibutuhkan disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan kebijakan moneter. 2) penggunaan suku bunga sebagai sasaran operasional memeerlukan beberapa persiapan baik dari sisi mekanisme transmisinya ke inflasi dan ekonomi riil maupun proses dan instrument mix yang diperlukan dalam mendukung operasi pengendalian moneter di pasar uang. Penggunaan besaran moneter dilakukan sampai tahun 2003, mulai tahun 2004 BI mulai beralih kepada suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Peralihan kepada instrumen suku bunga memeang sudah sepatutnya dilakukan dalam ITF, mengingat semakin sulit mendapatkan hubungan yang stabil dan terprediksi antara besaran moneter dengan inflasi.
Lalu mengapa menggunakan ITF? Beberapa alasan yang disampaikan oleh Bank Indonesia: (1) ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat.  Dengan sasaran inflasi secara eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi.  Sebaliknya dengan sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan; (2) ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia; (3) ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag; (4) ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter.  Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi; (5) ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi.  Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.
Kerangka Inflation Targeting dimulai dengan penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang ingin dicapai oleh bank sentral, yaitu stabilitas nilai tukar dan harga barang. Dalam pengendalian stabilitas harga, Bank Indonesia melihat peredaran uang di masyarakat melebihi kualitas normal sehingga menimbulkan inflasi atau nilai rupiah mengalami depresiasi yang berat, maka Bank Indonesia akan mengimplementasikan kebijakan moneter dengan kerangka kerja interest rate targeting yaitu meningkatkan BI rate sesuai dengan estimasi dan perhitungan analisis model, riset dan statistik yang tepat dan mengumumkannya kepada publik. Kemudian Bank Indonesia melalui instrumen moneter melakukan operasi pasar terbuka yaitu dengan lelang SBI 1 bulan dan 3 bulan yang nilainya tidak jauh dari nilai BI rate untuk menyerap likuiditas uang yang berlebih dan menstabilkan nilai tukar rupuah pada level yang wajar.. Operasi pasar terbuka diarahkan agar rate hasil lelang memiliki deviasi yang minimal dari BI rate. Melalui mekanisme transmisi suku bunga dan asset maka dengan meningkatnya BI rate akan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya ke SBI dan juga asset-aset finansial lainnya di Indonesia. Implikasinya adalah para investor mengkonversikan mata uang luar negeri mereka ke Rupiah sehingga permintaan rupiah akan meningkat dan Rupiah terapresiasi dan mencapai level yang stabil dan sesuai harapan Bank Indonesia.
Berbagai kebijakan moneter sudah ditetapkan sampai saat ini dengan sasaran tunggal yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah dan dengan kerangka kebijakan yaitu Inflation Targeting Framework. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas perkembangan kebijakan moneter dari waktu ke waktu untuk mengetahui apakah Kerangka kebijakan Inflation Targeting sudah  efektif untuk mencapai tujuannya.

1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana Perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia?
  2. Apakah kerangka kebijakan Inflation Targeting Framework sudah efektif dalam mencapai sasaran tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui apakah kerangka kebijakan Inflation Targeting Framework sudah efektif dalam mencapai sasaran tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1.      Manfaat akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai kebijakan Moneter Indonesia
2.      Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai referensi bagi setiap pembaca dan peneliti selanjutnya yang tertarik atau mempunyai kepentingan dalam bidang moneter Indonesia
3.      Manfaat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait, seperti Bank Indonesia, dan bidang keuangan lain yang berkepentingan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan bidang moneter Indonesia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter (monetary aggregates) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian integral kebijakan ekonomi makro yang dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. (Warjiyo, 2004)
2.1.2 Target Kebijakan Moneter
Target akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Target akhir tersebut tidak sama  dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu. Target kebijakan moneter tidak statis, namun  bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter, yaitu :
a.  Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan,
b. Kesempatan kerja,
c.  Kestabilan harga, dan
d. Keseimbangan neraca pembayaran.
   Idealnya, semua sasaran perekonomian tersebut dapat dicapai secara serentak dan optimal. Namun, karena usaha-usaha untuk mencapai sasaran sasaran tersebut dapat menimbulkan dampak yang kontradiktif, sangat sulit untuk mencapai semua sasaran dengan serempak san optimal. Menyadari adanya hal yang bertolak belakang tersebut,  otoritas moneter biasanya harus memilih berbagai alternatif yang memungkinkan dan menguntungkan. Alternatif  pertama  adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan mengabaikan sasaran lainnya. Alternatif kedua adalah mengupayakan untuk  mencapai semua target dengan resiko tidak ada satupun yang tercapai secara optimal. Alternatif ini dipilih dengan alasan karena semua indikator yang menjadi target kebijakan ekonomi itu sama pentingnya. Betapa pentingnya semua target itu membuat kebijakan  moneter yang diambil oleh suatu negara bukanlah sebuah langkah mudah. Namun, sejalan dengan Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank  Indonesia dan telah direvisi dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia telah bersifat tunggal, yaitu menjaga kestabilan harga atau inflasi. (Aulia Pohan, 2008)
2.1.3 Indikator Kebijakan Moneter
Di dalam proses pencapaian sasaran kebijakan moneter, sering dihadapkan dengan gejolak perkembangan perekonomian yang menghambat sasaran yang ditetapkan. Sehubungan  dengan itu, diperlukan indikator (sasaran antara) yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang beredar. Dengan demikian, kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi, yakni sebagai sasaran menengah dan indikator. 
2.1.3.1 Tingkat Suku Bunga
Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal  untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan tersebut, dan begitu sebaliknya.
2.3.1.2 Uang Beredar (Monetary Aggregate) 
Kebijakan moneter yang menggunakan  monetary aggregate  atau uang beredar  sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, bank sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan. (Aulia Pohan, 2008)
2.1.4 Instrumen Kebijakan Moneter
Di dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai piranti sebagai instrumen dalam mencapai sasaran. diantaranya adalah
a.  Penetapan Suku Bunga
Penetapan suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral dalam rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral menetapkan tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Dengan penetapan suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan. Akan tetapi, dengan makin mengglobalnya perekonomian dunia, penetapan suku bunga makin hari makin tidak effektif. Lagi pula, efektivitas penetapan suku bunga akan sangat tergantung pada penegakan aturan dari pihak regulator, dalam hal ini bank sentral. Di masa lalu, Indonesia pernah menggunakan instrumen  ini sebagai salah satu langkah dalam kebijakan moneternya. Namun, kini sudah tidak lagi. Besaran suku bunga, baik simpanan maupun pinjaman, dilepas ke mekanisme pasar. 
b.  Cadangan Wajib Minimum
Cadangan wajib minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid  (reserve)  sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut semakin besar kemampuan bank memanfaatkan  reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya semakin besar persentase semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman.
Memberikan cadangan ini bisa dijaga dalam bentuk kas atau dalam bentuk rekening giro di bank sentral. Biasanya cadangan dibedakan dalam dua bentuk yakni cadangan primer dan cadangan sekunder. Yang dimaksud dengan cadangan wajib minimum lebih mengacu kepada cadangan primer. Sementara itu, cadangan sekunder merupakan tambahan, biasanya terdiri atas surat-surat berharga.  Persentase cadangan wajib minimum mempengaruhi daya ekspansi kredit. Jika bank sentral menurunkannya maka daya  ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya, jika persentasenya dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang. (Mandala Manurung, 2004). 
c.  Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter dalam mempengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank. Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun. Sebaliknya, apabila bank sentral menetapkan diskonto lebih rendah bank-bank akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan lebih lanjut berupa pemberian pinjaman, sehingga jumlah uang beredar meningkat.
d.  Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka pendek. Di Indonesia, salah satu sekuritas yang sering digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI. Kepada setiap pemilik SBI Bank Indonesia memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga. Jika  bank sentral  bermaksud mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank agar  reserve  bank-bank berkurang sehingga kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun. Tindakan ini disebut kontraksi moneter.  Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar meningkat. Pembelian atau penjualan surat-surat berharga tersebut dapat pula dilakukan oleh bank sentral dari/kepada masyarakat agar langsung dapat menambah/mengurangi jumlah uang beredar. (Aulia Pohan, 2008)
2.2    Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses yang dimaksud dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Secara spesifik, Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah  “the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation”.  Mekanisme transimisi moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya sampai terlihat pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, baik secara langsung maupun bertahap.
 Gambar 2.1   Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Black Box
Sumber : Veithzal Rivai, 2007

Mengingat kompleksitasnya, dalam teori ekonomi moneter, mekanisme transmisi kebijakan moneter sering disebut “black box”  (Mishkin, 1995), karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (1) perubahan perilaku bank sentral, perbankan, dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya; (2) lamanya tenggat waktu  (time  lag)  sejak tindakan otoritas moneter sampai pada akhir tercapai; (3) terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan. 
Menurut teori moneter Keynes tradisional, mekanisme  transmisi (pemindahan) merupakan mekanisme yang memindahkan dorongan-dorongan dari sektor moneter ke sektor riil. (Dudeley G. Luckett, 1994)
Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter pada awalnya mengacu peranan uang dalam  perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money  ( Teori Kuant itas Uang). Teori ini pada dasarnya menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dengan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai  “The Equation of Exchange”. 
MV = PT
dimana jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama dengan volume output atau transaksi ekonomi secara riil (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). Dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output, yang dihitung dengan harga yang berlaku, ditransaksikan (PT). 
Berdasarkan mekanisme  transmisi ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selanjutnya, dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional.
2.3  Penelitian Terdahulu
Dhaniar Aji Anggoro (2011) melakukan studi tentang efektivitas penerapan inflation targeting framework (ITF) di negara anggota asean. Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan penerapan inflation targeting framework (ITF) antara indonesia dan thailand. hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi di kedua negara tersebut memiliki tingkat kestabilan yang berbeda, kontribusi M1, tingkat bunga, nilai tukar dan GDP di Indonesia relatif kecil sedangkan di Thailand kontribusi GDP cukup besar dalam mempengaruhi tingkat inflasi. Hasil dari VECM menunjukkan bahwa hubungan  antara instrumen kebijakan moneter di Indonesia yaitu tingkat suku bunga walaupun memiliki kontribusi yang kecil namun pengaruhnya cukup kuat dalam mengendalikan inflasi dibanding variabel yang lain. Sedangkan di Thailand instrumen kebijakan moneter yaitu tingkat suku bunga tidak terlalu kuat dalam mempengaruhi inflasi namun perubahan GDP justru mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi tingkat inflasi di Thailand.
M.Natsir (2010) melakukan studi tentang Kinerja Inflation Targeting Framework Di Indonesia Periode 2000-2009. Hasil dari penelitian ini adalah Implementasi  model  ITF  di  Indonesia  belum  memberikan  kinerja  yang menggembirakan.  Implementasi model  ini masih  banyak menemui  hambatan, baik hambatan  dari  internal  BI  sendiri  maupun  hambatan  dari  eksternal  BI.  Kalangan birokrasi  di  pemerintahan  belum  memberikan  dukungan  yang  kuat  terhadap implementasi model ini. Masyarakat pada umumnya juga masih asing dengan model kebijakan  tersebut.  Kondisi  seperti  ini  merupakan  sesuatu  yang  wajar  dan  juga terjadi di beberapa negara pada awal-awal implementasi model ITF.


 BAB III
 Metodologi Penelitian
3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian mengenai perkembangan perkembangan inflation targeting framework sebagai kerangka kebijakan moneter indonesia ini, pendekatan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut buku pedoman tentang cara  penulisan proposal, proposal penelitian, skripsi, pembimbingan dan pengujian yang diterbitkan oleh fakultas ekonomi universitas Airlangga (2001:8), menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, perilaku, fenomena, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau obyek studi. Salah satu ciri penelitian kualitatif antara lain adalaah berbentuk atau bersifat diskriptif.
Penelitian yang bersifat diskriptif tersebut berupa pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan terbatas pada usaha penangkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya atau mengungkapkan penyingkapan fakta (Warsito, 1992:10). Menurut Nazir (1998:63) dimana tujuan dari penelitian yang bersifat deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Lebih spesifik, pada pendekatan kualitatif akan banyak bersifat kualitatif logik berupa deskriptif statistik atas data dan fakta kemudian di interpretasikan secara tepat.

3.2  Jenis dan Sumber Data
Dalam memperoleh data pada penelitian ini digunakan data baik primer maupun sekunder, dimana data primer berupa informasi dari pelaksana kebijakan pada Bank Indonesia baik berupa lisan maupun tulisan. sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat dari majalah maupun artikel, surat kabar, hasil penelitian atau publikasi yang bisa didapat dari internet, instansi, maupun dari sumber-sumber yang lain.
Selain sumber data tertulis, sumber data yang digunakan lainnya adalah berasal dari kata-kata dan tindakan pihak yang diteliti. Bahkan menurut Loflan (Moleong, 1998:112) kata-kata dan tindakan tersebut merupakan sumber data utama dalam penelitian kualitatif sedangkan selebihnya seperti dokumen atau statistik data merupakan tambahan. Untuk memperoleh sumber data yang berasal dari kata-kata atau tindakan dilakukan wawancara. Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya Warsito, 1992:71).
Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara secara langsung atau tidak langsung berupa tulisan maupun lisan, serta data-data yang terkait yang didapat dari para pelaku kebijakan tersebut, yaitu dari dewan moneter Bank Indonesia atau pihak yang terlibat dalam melancarkan berlakunya ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ini.
Apabila secara umum sumber data dibedakan menjadi 3 macam yang disingkat 3P yaitu person, paper, place, maka dalam penelitian ini sumber data orang atau person diperoleh dengan cara wawancara, sumber data tempat atau place diperoleh dengan pengamatan langsung pada objek penelitian, dan sumber data kertas, atau dokumen (paper) diperoleh dari dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan dalam pengumpulan data digunakan instrumen atau alat bantu berupa tape recorder dan catatan lapangan

3.3  Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder, dimana dua jenis data tersebut dikumpulkan dengan cara yang berbeda. Data primer dikumpulkan dengan tahapan sebagai berikut:
a.         Persiapan awal
Tahapan dimana peneliti mengurus semua perijinan dan regulasi yang berlaku untuk menjalankan penelitian. peneliti akan mengajukan surat pengantar ke bagian akademik Fakultas ekonomi dan Universitas Airlangga untuk dapat mengakses data di Bank Indonesia. Tujuan mendatangi Bank Indonesia adalah untuk mendapatkan data tentang perkembangan penetapan Inflation Targeting selama ini.
b.      Ketika di lokasi atau obyek penelitian
Sebelumnya peneliti menghubungi informan yang akan didatangi untuk wawancara. Setelah ada kesepakatan bertemu penelitti mendatangi informan tersebut dengan membawa surat pengantar penelitian, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. setelah terjadi kesepakatan wawancara secara langsung dapat dilakukan. Pertanyaan yang diajukan kepada informan tergantung pada informasi yang ingin dicapai, sehingga memungkinkan adanya perbedaan pertanyaan pada setiap informan.
c.       Saat pengumpulan data
Peneliti mendapatkan data hasil survey dan wawancara yang mendalam dari informan-informan yang menjadi onyek penelitian. Data tersebut dikumpulkan dan disimpan untuk kemudian diolah dan diulas lebih lanjut saat penyusunan laporan penelitian.
Data sekunder dikumpulkan dengan cara mencari literatur dan pustaka yang berhubungan dengan Inflation Targeting Framework  dan kebijakan moneter di perpustakaan, dan mengakses web resmi Bank Indonesia untuk mendapat perkembangan perekonomian yang terjadi.

3.4 Teknik Analisis Data
Setelah mengumpulkan data dengan cara seperti yang dijelaskan sebelumnya, kemudian dilakukan analisa data. Analisa data dimaksudkan agar data yang diperoleh dari lapangan dapat dengan mudah dibaca dan dipahami sebagai upaya menemukan jawaban atas permasalahan penelitian. Proses analisa data dimulai dengan menelaah semua data yang tersedia.
Semua data yang telah diolah akan dianalisis dengan pendekatan analisi deskriptif. Analisis yang digunakan adalah membandingkan suatu temuan dengan kajian proporsi yang telah dibuat sebelumnya. Tujuan dari perbandingan tersebut untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu penjelasan (naratif) dan menggambarkan (deskriptif) kasus yang bersangkutan dan membuktikan proporsi yang telah dibuat.
Hasil dari penelitian akan dikaji di bab pembahasan dengan cara membahas hasil wawancara dengan informan dan data-data lain yang diperoleh untuk mengetahui perkembangan Inflation Targeting Framework  sebagai kerangka kebijakan moneter indonesia.

DAFTAR PUSTAKA


Suprayitno, Bambang. 2009. Komunikasi Sebagai Salah Satu Kunci Keberhasilan 
Inflation Targeting. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol 6. No. 1

Perry Warjiyo (Ed.) 2004. Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan-Bank Indonesia:, ISBN 979-3363-15-0.

Natsir, Muhammad. 2010. Kinerja Inflation Targeting Framework Di Indonesia Periode 2000-2009.

Adiputra, M. Banyu. 2009. Analisis Pengaruh Penerapan Inflation Targeting Framework terhadap Exchange Rate Pass-Through di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Indonesia

Rinaldy, Leo Putera. 2007. Variabel-variabel Makroekonomi yang Mempengaruhi Perkembangan Inflation Targeting Framework Indonesia Periode Penelitian;: 1990-2006. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Indonesia



Unit Khusus Museum Bank Indonesia. Kerangka Kebijakan Moneter, (Online), http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kerangka+Kebijakan+Moneter/mengapa.htm diakses 20 juni 2013





Tidak ada komentar:

Posting Komentar