BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia telah membawa perubahan mendasar pada perumusan dan
pelaksanaan kebijakan moneter Indonesia, karena dengan adanya undang-undang
tersebut maka kebijakan moneter di Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran
inflasi yang ditetapkan. Dengan berlakunya UU tersebut maka sejak tahun 2000
indonesia secara resmi telah mengadopsi kerangka kebijakan moneter inflation Targting. Walaupun terjadi amandemen Undang-undang Bank Indonesia
menjadi UU No.3 tahun 2004, tetapi sasaran akhir kebijakan moneter tetap pada
stabilitas inflasi. Perbedaannya adalah penetapan inflasi harus dilakukan
dengan koordinasi dari pemerintah. Setelah berkoordinasi dengan pemerintah,
Bank Indonesia dalam publikasi BI telah menetapkan dan mengumumkan sasaran
inflasi IHK untuk tahun 2006, 2007, dan 2008 masing-masing sebesar 8% ±1%, 6%
±1%, dan % 5,0%±1%.
Di awal penerapan inflation targeting
framework di Indonesia, Bank Indonesia masih menggunakan besaran moneter
sebagai instrumen operasional kebijakan moneter. Menurut Ijas (1999),
penggunaan besaran moneter sebagai sasaran operasional merupakan sesuatu yang
bersifat temporer yang dilakukan untuk menyerap ekspansi moneter yang berasal
dari kelebihan likuiditas pada sektor perbankan akibat adanya program bantuan
likuiditas bank indonesia (BLBI). Penggunaan
besaran moneter sebagai sasaran operasional pada saat itu didasarkan pada dua
alasan mendasar: 1) besaran moneter adalah pilihan terbaik sebagai nominal anchor kebijakan moneter bila
dibandingkan dengan suku bunga mengingat pada saat itu situasi perekonomian
serba tidak pasti dan sangat dibutuhkan disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan
kebijakan moneter. 2) penggunaan suku bunga sebagai sasaran operasional
memeerlukan beberapa persiapan baik dari sisi mekanisme transmisinya ke inflasi
dan ekonomi riil maupun proses dan instrument
mix yang diperlukan dalam mendukung operasi pengendalian moneter di pasar
uang. Penggunaan besaran moneter dilakukan sampai tahun 2003, mulai tahun 2004
BI mulai beralih kepada suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan
moneter. Peralihan kepada instrumen suku bunga memeang sudah sepatutnya
dilakukan dalam ITF, mengingat semakin sulit mendapatkan hubungan yang stabil
dan terprediksi antara besaran moneter dengan inflasi.
Lalu
mengapa menggunakan ITF? Beberapa alasan yang disampaikan oleh Bank Indonesia:
(1) ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi
secara eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan
sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak
jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan; (2) ITF yang
memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan
mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia; (3) ITF bersifat forward
looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang
memerlukan time lag; (4) ITF meningkatkan trasparansi dan
akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter.
Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan
aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang telah
diberikan independensi; (5) ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara
uang beredar, output dan inflasi. Sebaliknya, ITF
merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah
variabel informasi tentang kondisi perekonomian.
Kerangka Inflation Targeting dimulai
dengan penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang ingin dicapai oleh bank
sentral, yaitu stabilitas nilai tukar dan harga barang. Dalam pengendalian
stabilitas harga, Bank Indonesia melihat peredaran uang di masyarakat melebihi
kualitas normal sehingga menimbulkan inflasi atau nilai rupiah mengalami
depresiasi yang berat, maka Bank Indonesia akan mengimplementasikan kebijakan
moneter dengan kerangka kerja interest
rate targeting yaitu meningkatkan BI rate sesuai dengan estimasi dan
perhitungan analisis model, riset dan statistik yang tepat dan mengumumkannya
kepada publik. Kemudian Bank Indonesia melalui instrumen moneter melakukan
operasi pasar terbuka yaitu dengan lelang SBI 1 bulan dan 3 bulan yang nilainya
tidak jauh dari nilai BI rate untuk menyerap likuiditas uang yang berlebih dan
menstabilkan nilai tukar rupuah pada level yang wajar.. Operasi pasar terbuka
diarahkan agar rate hasil lelang
memiliki deviasi yang minimal dari BI rate. Melalui mekanisme transmisi suku
bunga dan asset maka dengan meningkatnya BI rate akan menarik investor asing
untuk menanamkan modalnya ke SBI dan juga asset-aset finansial lainnya di
Indonesia. Implikasinya adalah para investor mengkonversikan mata uang luar
negeri mereka ke Rupiah sehingga permintaan rupiah akan meningkat dan Rupiah
terapresiasi dan mencapai level yang stabil dan sesuai harapan Bank Indonesia.
Berbagai kebijakan moneter sudah ditetapkan sampai saat ini dengan sasaran
tunggal yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah dan dengan kerangka
kebijakan yaitu Inflation Targeting
Framework. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas perkembangan
kebijakan moneter dari waktu ke waktu untuk mengetahui apakah Kerangka
kebijakan Inflation Targeting
sudah efektif untuk mencapai tujuannya.
1.2 Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian
ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
- Bagaimana Perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia?
- Apakah kerangka kebijakan Inflation Targeting Framework sudah efektif dalam mencapai
sasaran tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan
menjaga kestabilan nilai rupiah?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia.
2. Untuk mengetahui
apakah kerangka kebijakan
Inflation Targeting
Framework sudah efektif dalam mencapai sasaran
tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai
dan menjaga kestabilan nilai rupiah
1.4 Manfaat
Penelitian
Manfaat yang
akan diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat
akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan referensi bagi
peneliti selanjutnya mengenai kebijakan Moneter Indonesia
2. Manfaat
Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
referensi bagi setiap pembaca dan peneliti selanjutnya yang tertarik atau
mempunyai kepentingan dalam bidang moneter Indonesia
3. Manfaat
kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
terkait, seperti Bank Indonesia,
dan bidang keuangan lain yang
berkepentingan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan bidang moneter Indonesia
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk
pengendalian besaran moneter (monetary aggregates) untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian
integral kebijakan ekonomi makro yang dilakukan dengan mempertimbangkan siklus
kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta faktor-faktor
fundamental ekonomi lainnya. (Warjiyo, 2004)
2.1.2 Target Kebijakan Moneter
Target
akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin
dicapai. Target akhir tersebut tidak sama
dari satu negara dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke
waktu. Target kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan
dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara
menetapkan empat hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter, yaitu
:
a. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan,
b.
Kesempatan kerja,
c. Kestabilan harga, dan
d.
Keseimbangan neraca pembayaran.
Idealnya, semua sasaran perekonomian
tersebut dapat dicapai secara serentak dan optimal. Namun, karena usaha-usaha
untuk mencapai sasaran sasaran tersebut dapat menimbulkan dampak yang
kontradiktif, sangat sulit untuk mencapai semua sasaran dengan serempak san
optimal. Menyadari adanya hal yang bertolak belakang tersebut, otoritas moneter biasanya harus memilih
berbagai alternatif yang memungkinkan dan menguntungkan. Alternatif pertama
adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan
mengabaikan sasaran lainnya. Alternatif kedua adalah mengupayakan untuk mencapai semua target dengan resiko tidak ada
satupun yang tercapai secara optimal. Alternatif ini dipilih dengan alasan
karena semua indikator yang menjadi target kebijakan ekonomi itu sama
pentingnya. Betapa pentingnya semua target itu membuat kebijakan moneter yang diambil oleh suatu negara
bukanlah sebuah langkah mudah. Namun, sejalan dengan Undang-Undang No.23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia dan telah
direvisi dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia telah
bersifat tunggal, yaitu menjaga kestabilan harga atau inflasi. (Aulia Pohan,
2008)
2.1.3 Indikator Kebijakan Moneter
Di
dalam proses pencapaian sasaran kebijakan moneter, sering dihadapkan dengan
gejolak perkembangan perekonomian yang menghambat sasaran yang ditetapkan.
Sehubungan dengan itu, diperlukan
indikator (sasaran antara) yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan
moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang ditetapkan atau
tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang
beredar. Dengan demikian, kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi, yakni
sebagai sasaran menengah dan indikator.
2.1.3.1 Tingkat Suku Bunga
Kebijakan
moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan
tingkat suku bunga yang ideal untuk
mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui
angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar
suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan tersebut, dan begitu
sebaliknya.
2.3.1.2 Uang Beredar (Monetary
Aggregate)
Kebijakan
moneter yang menggunakan monetary
aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak
positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah
besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, bank
sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga
besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan. (Aulia Pohan,
2008)
2.1.4 Instrumen Kebijakan Moneter
Di
dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai
piranti sebagai instrumen dalam mencapai sasaran. diantaranya adalah
a. Penetapan Suku Bunga
Penetapan
suku bunga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan bank sentral dalam
rangka kebijakan moneter. Teknisnya, bank sentral menetapkan tingkat suku
bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Dengan penetapan
suku bunga ini, bank sentral dapat melakukan ekspansi dan kontraksi moneter sesuai
kebutuhan. Akan tetapi, dengan makin mengglobalnya perekonomian dunia,
penetapan suku bunga makin hari makin tidak effektif. Lagi pula, efektivitas
penetapan suku bunga akan sangat tergantung pada penegakan aturan dari pihak
regulator, dalam hal ini bank sentral. Di masa lalu, Indonesia pernah
menggunakan instrumen ini sebagai salah
satu langkah dalam kebijakan moneternya. Namun, kini sudah tidak lagi. Besaran
suku bunga, baik simpanan maupun pinjaman, dilepas ke mekanisme pasar.
b. Cadangan Wajib Minimum
Cadangan
wajib minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk
memelihara sejumlah alat-alat likuid
(reserve) sebesar persentase
tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut semakin
besar kemampuan bank memanfaatkan
reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar.
Sebaliknya semakin besar persentase semakin berkurang kemampuan bank untuk
memberikan pinjaman.
Memberikan
cadangan ini bisa dijaga dalam bentuk kas atau dalam bentuk rekening giro di
bank sentral. Biasanya cadangan dibedakan dalam dua bentuk yakni cadangan
primer dan cadangan sekunder. Yang dimaksud dengan cadangan wajib minimum lebih
mengacu kepada cadangan primer. Sementara itu, cadangan sekunder merupakan
tambahan, biasanya terdiri atas surat-surat berharga. Persentase cadangan wajib minimum
mempengaruhi daya ekspansi kredit. Jika bank sentral menurunkannya maka
daya ekspansi kredit bank umum akan
meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya, jika persentasenya
dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar
juga berkurang. (Mandala Manurung, 2004).
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas
diskonto adalah kebijakan moneter dalam mempengaruhi jumlah uang beredar
melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank.
Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank-bank akan
mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang pada gilirannya akan
mengurangi kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar
menurun. Sebaliknya, apabila bank sentral menetapkan diskonto lebih rendah
bank-bank akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan
lebih lanjut berupa pemberian pinjaman, sehingga jumlah uang beredar meningkat.
d. Operasi Pasar Terbuka
Operasi
Pasar Terbuka adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat
berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku
bunga jangka pendek. Di Indonesia, salah satu sekuritas yang sering digunakan
Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI. Kepada setiap pemilik SBI Bank Indonesia
memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga. Jika bank sentral
bermaksud mengurangi jumlah uang yang beredar, bank sentral akan menjual
surat-surat berharga kepada bank-bank agar
reserve bank-bank berkurang
sehingga kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun. Tindakan ini disebut
kontraksi moneter. Sebaliknya, untuk menambah
jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk
meningkatkan kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang
beredar meningkat. Pembelian atau penjualan surat-surat berharga tersebut dapat
pula dilakukan oleh bank sentral dari/kepada masyarakat agar langsung dapat
menambah/mengurangi jumlah uang beredar. (Aulia Pohan, 2008)
2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Kerangka
strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh
keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu
mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Proses yang dimaksud dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi
kebijakan moneter. Secara spesifik, Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme
transmisi kebijakan moneter adalah “the
process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in
real GDP and inflation”. Mekanisme
transimisi moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak
menggunakan instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya sampai
terlihat pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, baik secara langsung
maupun bertahap.
Gambar 2.1
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Black Box
Sumber
: Veithzal Rivai, 2007
Mengingat
kompleksitasnya, dalam teori ekonomi moneter, mekanisme transmisi kebijakan
moneter sering disebut “black box”
(Mishkin, 1995), karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu : (1) perubahan perilaku bank sentral, perbankan, dan para pelaku
ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya; (2) lamanya tenggat
waktu (time lag)
sejak tindakan otoritas moneter sampai pada akhir tercapai; (3)
terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai
dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan.
Menurut
teori moneter Keynes tradisional, mekanisme
transmisi (pemindahan) merupakan mekanisme yang memindahkan
dorongan-dorongan dari sektor moneter ke sektor riil. (Dudeley G. Luckett,
1994)
Dalam
literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan
moneter pada awalnya mengacu peranan uang dalam
perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money ( Teori Kuant itas Uang). Teori ini pada
dasarnya menggambarkan analisis hubungan langsung yang sistematis antara
pertumbuhan jumlah uang yang beredar dengan inflasi, yang dinyatakan dalam
suatu identitas yang dikenal sebagai
“The Equation of Exchange”.
MV = PT
dimana
jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama
dengan volume output atau transaksi ekonomi secara riil (T) dikalikan dengan
tingkat harga (P). Dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar
yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah
output, yang dihitung dengan harga yang berlaku, ditransaksikan (PT).
Berdasarkan
mekanisme transmisi ini, dalam jangka
pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output
riil. Selanjutnya, dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan
mendorong kenaikan harga (inflasi), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan
perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka
panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berpengaruh pada perkembangan
output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi secara proporsional.
2.3 Penelitian Terdahulu
Dhaniar Aji Anggoro (2011) melakukan
studi tentang efektivitas penerapan inflation targeting framework (ITF) di
negara anggota asean. Tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan penerapan
inflation targeting framework (ITF) antara indonesia dan thailand. hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi di kedua negara tersebut memiliki
tingkat kestabilan yang berbeda, kontribusi M1, tingkat bunga, nilai tukar dan
GDP di Indonesia relatif kecil sedangkan di Thailand kontribusi GDP cukup besar
dalam mempengaruhi tingkat inflasi. Hasil dari VECM menunjukkan bahwa
hubungan antara instrumen kebijakan moneter
di Indonesia yaitu tingkat suku bunga walaupun memiliki kontribusi yang kecil
namun pengaruhnya cukup kuat dalam mengendalikan inflasi dibanding variabel
yang lain. Sedangkan di Thailand instrumen kebijakan moneter yaitu tingkat suku
bunga tidak terlalu kuat dalam mempengaruhi inflasi namun perubahan GDP justru mempunyai
kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi tingkat inflasi di Thailand.
M.Natsir (2010) melakukan studi tentang Kinerja
Inflation Targeting Framework Di Indonesia Periode 2000-2009. Hasil dari penelitian
ini adalah Implementasi model ITF
di Indonesia belum
memberikan kinerja yang menggembirakan. Implementasi model ini masih
banyak menemui hambatan, baik
hambatan dari internal
BI sendiri maupun
hambatan dari eksternal
BI. Kalangan birokrasi di
pemerintahan belum memberikan
dukungan yang kuat
terhadap implementasi model ini. Masyarakat pada umumnya juga masih
asing dengan model kebijakan
tersebut. Kondisi seperti
ini merupakan sesuatu
yang wajar dan
juga terjadi di beberapa negara pada awal-awal implementasi model ITF.
BAB III
Metodologi
Penelitian
3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam
penelitian mengenai perkembangan perkembangan inflation targeting framework sebagai kerangka kebijakan moneter
indonesia ini, pendekatan metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Menurut buku pedoman tentang cara penulisan proposal, proposal penelitian,
skripsi, pembimbingan dan pengujian yang diterbitkan oleh fakultas ekonomi
universitas Airlangga (2001:8), menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif adalah
suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau
lisan, perilaku, fenomena, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau obyek studi.
Salah satu ciri penelitian kualitatif antara lain adalaah berbentuk atau
bersifat diskriptif.
Penelitian yang bersifat diskriptif tersebut berupa pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat dan terbatas pada usaha penangkapan suatu masalah atau
keadaan sebagaimana adanya atau mengungkapkan penyingkapan fakta (Warsito,
1992:10). Menurut Nazir (1998:63) dimana tujuan dari penelitian yang bersifat
deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Lebih spesifik, pada pendekatan kualitatif akan banyak bersifat
kualitatif logik berupa deskriptif statistik atas data dan fakta kemudian di
interpretasikan secara tepat.
3.2
Jenis dan Sumber Data
Dalam memperoleh data pada penelitian ini digunakan data baik primer maupun
sekunder, dimana data primer berupa informasi dari pelaksana kebijakan pada
Bank Indonesia baik berupa lisan maupun tulisan. sedangkan data sekunder
merupakan data yang didapat dari majalah maupun artikel, surat kabar, hasil
penelitian atau publikasi yang bisa didapat dari internet, instansi, maupun
dari sumber-sumber yang lain.
Selain sumber data tertulis, sumber data yang digunakan lainnya adalah
berasal dari kata-kata dan tindakan pihak yang diteliti. Bahkan menurut Loflan
(Moleong, 1998:112) kata-kata dan tindakan tersebut merupakan sumber data utama
dalam penelitian kualitatif sedangkan selebihnya seperti dokumen atau statistik
data merupakan tambahan. Untuk memperoleh sumber data yang berasal dari
kata-kata atau tindakan dilakukan wawancara. Wawancara merupakan alat pengumpul
data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya Warsito, 1992:71).
Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara secara langsung atau tidak
langsung berupa tulisan maupun lisan, serta data-data yang terkait yang didapat
dari para pelaku kebijakan tersebut, yaitu dari dewan moneter Bank Indonesia
atau pihak yang terlibat dalam melancarkan berlakunya ketentuan yang tertuang
dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ini.
Apabila secara umum sumber data dibedakan menjadi 3 macam yang disingkat 3P
yaitu person, paper, place, maka
dalam penelitian ini sumber data orang atau person diperoleh dengan cara
wawancara, sumber data tempat atau place diperoleh dengan pengamatan langsung
pada objek penelitian, dan sumber data kertas, atau dokumen (paper) diperoleh
dari dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan dalam
pengumpulan data digunakan instrumen atau alat bantu berupa tape recorder dan
catatan lapangan
3.3
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder, dimana dua jenis data tersebut dikumpulkan dengan cara yang berbeda.
Data primer dikumpulkan dengan tahapan sebagai berikut:
a.
Persiapan awal
Tahapan dimana peneliti mengurus semua perijinan dan regulasi yang berlaku
untuk menjalankan penelitian. peneliti akan mengajukan surat pengantar ke
bagian akademik Fakultas ekonomi dan Universitas Airlangga untuk dapat
mengakses data di Bank Indonesia. Tujuan mendatangi Bank Indonesia adalah untuk
mendapatkan data tentang perkembangan penetapan Inflation Targeting selama ini.
b. Ketika di lokasi atau obyek penelitian
Sebelumnya peneliti menghubungi informan yang akan didatangi untuk
wawancara. Setelah ada kesepakatan bertemu penelitti mendatangi informan
tersebut dengan membawa surat pengantar penelitian, menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian. setelah terjadi kesepakatan wawancara secara langsung dapat
dilakukan. Pertanyaan yang diajukan kepada informan tergantung pada informasi
yang ingin dicapai, sehingga memungkinkan adanya perbedaan pertanyaan pada
setiap informan.
c.
Saat pengumpulan
data
Peneliti mendapatkan data hasil survey dan wawancara yang
mendalam dari informan-informan yang menjadi onyek penelitian. Data tersebut
dikumpulkan dan disimpan untuk kemudian diolah dan diulas lebih lanjut saat
penyusunan laporan penelitian.
Data sekunder dikumpulkan dengan cara mencari literatur
dan pustaka yang berhubungan dengan Inflation
Targeting Framework dan kebijakan
moneter di perpustakaan, dan mengakses web resmi Bank Indonesia untuk mendapat
perkembangan perekonomian yang terjadi.
3.4 Teknik Analisis Data
Setelah mengumpulkan data dengan cara seperti yang dijelaskan
sebelumnya, kemudian dilakukan analisa data. Analisa data dimaksudkan agar data
yang diperoleh dari lapangan dapat dengan mudah dibaca dan dipahami sebagai
upaya menemukan jawaban atas permasalahan penelitian. Proses analisa data
dimulai dengan menelaah semua data yang tersedia.
Semua data yang telah diolah akan dianalisis dengan
pendekatan analisi deskriptif. Analisis yang digunakan adalah membandingkan
suatu temuan dengan kajian proporsi yang telah dibuat sebelumnya. Tujuan dari
perbandingan tersebut untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat
suatu penjelasan (naratif) dan menggambarkan (deskriptif) kasus yang
bersangkutan dan membuktikan proporsi yang telah dibuat.
Hasil dari penelitian akan dikaji di bab pembahasan dengan
cara membahas hasil wawancara dengan informan dan data-data lain yang diperoleh
untuk mengetahui perkembangan Inflation Targeting Framework sebagai kerangka
kebijakan moneter indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Suprayitno, Bambang. 2009. Komunikasi Sebagai Salah Satu Kunci
Keberhasilan
Inflation
Targeting. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol 6. No. 1
Perry Warjiyo (Ed.) 2004. Tinjauan
Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan-Bank
Indonesia:, ISBN 979-3363-15-0.
Natsir, Muhammad. 2010. Kinerja Inflation Targeting Framework Di Indonesia
Periode 2000-2009.
Adiputra, M. Banyu. 2009. Analisis Pengaruh Penerapan Inflation
Targeting Framework terhadap Exchange Rate Pass-Through di Indonesia.
Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Indonesia
Rinaldy, Leo Putera. 2007. Variabel-variabel Makroekonomi yang
Mempengaruhi Perkembangan Inflation Targeting Framework Indonesia Periode
Penelitian;: 1990-2006. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Indonesia
Unit
Khusus Museum Bank Indonesia. 2007.
Sejarah Bank Indonesia, (Online), (http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Museum/Sejarah+Bank+Indonesia/Sejarah+BI/sejarahbi_2.htm), diakses 20 juni 2013
Unit Khusus Museum Bank Indonesia. Kerangka Kebijakan Moneter, (Online), http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kerangka+Kebijakan+Moneter/mengapa.htm diakses 20 juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar