Analisis dasar tentang
ekonomi kesejahteraan pada
prinsipnya tetap sama sejak pertama
lahir pada pertengahan 1970-an hingga sekarang. ilmu ini telah membangun landasan ilmu
ekonomi lingkungan serta analisis
manfaat biaya. Karya-karya para ekonom akhir-akhir ini berusaha mengintegrasikan konsep-konsep
psikologi, khususnya divergensi yang ditemukan dalam
penggunaan konsep-konsep
Hicks tentang variasi-variasi kompensasi dan ekuivalen
(compensating and equivalent
variations = CV
and EV), dua
ukuran mengenai surplus konsumen. Secara teoretis, kedua ukuran itu
hampir sama. Sedangkan dalam praktiknya bahwa ”kesediaan untuk menerima
kompensasi” untuk mentolerir kerugian kesejahteraan jauh melampaui
”kesediaan untuk membayar”
demi perbaikan lingkungan
yang ekuivalen (Pearce, 2000b: 1143).
Ekonomi
Kesejahteraan (Welfare Ecomics), adalah kajian ilmu ekonomi tentang
bagaimana melakukan sesuatu
dengan cara yang
terbaik, atau optimal,
dalam mengunakan
sumber-sumber yang terbatas
(Pearce, 2000b: 1141). Sehingga, kuncinya adalah
“optimalisasi” dan ”kesejahteraan sosial”.
“Optimalisasi” didefinisikan
dalam pengertian maksimalisasi
kesejahteraan sosial. Sedangkan
”kesejahteraan sosial” diartikan sebagai
jumlah kemakmuran semua
anggota dari masyarakat tertentu. Untuk menyatakan
bahwa kesejahteraan seseorang meningkat,
berarti bahwa peningkatan
kesejahteraan seseorang tersebut
telah terjadi tanpa diikuti
dengan makin memburuknya keadaan
kesejahteraan orang lain. Dengan demikian, kesejahteraan
sosial meningkat, bila setidak-tidaknya ada
satu individu yang meningkat kesejahteraannya, dan
tidak ada individu satupun yang
mengalami penurunan
kesejahteraan (Pearce, 2000b:
1142).
Kompensasi pada Ekonomi Kesejahteraan
Tetapi
pada kenyataannya, pasti ada pihak yang diuntungkan dan juga pihak yang dirugikan atas dilaksanakannya
suatu proyek dan dalam membandingkan
keuntungan yang diperoleh seseorang dengan
kerugian yang diderita
orang lain dalam memperoleh kesejahteraan tersebut terjadi kesulitan.
Kalau saja pandangan itu diterima, pasti muncul kesulitan lain untuk merumuskan
kriteria perolehan keuntungan dalam hal kesejahteraan sosial tersebut. Prinsip yang diambil Kaldor dalam Welfare Propositions of Economics and Interpersona Comparisons of
Utility (1939) dan Hicks dalam Foundations of Welfare Economics (1939),
mengemukakan bahwa; terdapat
keuntungan bersih kesejahteraan sosial jika mereka
yang memperoleh keuntungan itu
mau mengkompensasikan sebagian
keuntungannya untuk orang-orang
yang menderita kerugian
dan tentu masih
ada sisa keuntungan yang bisa
dinikmatinya. Dengan kata lain bila kompensasi itu terjadi, artinya
orang-orang yang mengalami
kerugian akan diberi
kompensasi penuh.
Hal
ini dapat diringkas sebagai berikut: jika terjadi perubahan dalam struktur masyarakat yang
pemenang mendapatkan begitu banyak keuntungan, mereka mampu mengkompensasi
pihak yang dirugikan dan masih memiliki
sesuatu yang tersisa, maka itu adalah perubahan menuju efisiensi yang lebih
tinggi, keadaan seperti itu adalah perubahan yang ‘sebenarnya’. Tetapi, jika
kompensasi harus dibayarkan, ada satu pertanyaan penting yang harus dijawab
dengan kebijakan ekonomi: jika
kompensasi menunjukkan keuntungan bersih, mengapa tidak dibayar oleh pelaku
pasar sendiri, oleh kehendak bebas mereka sendiri? Apa kebijakan ekonomi yang
diperlukan? Jawabannya adalah tidak jelas, dan mungkin akan membawa kita
terhadap barang publik atau konsep lain dari kegagalan pasar.
Asumsi
kompensasi di kriteria efisiensi Kaldor-Hicks adalah titik pembeda dengan
kriteria Pareto. Berdasarkan kriteria Pareto keadaan yang efisiensi adalah bila
tidak ada pihak yang lebih buruk dari sebelumnya (dan setidaknya ada status
satu pihak ditingkatkan) yaitu tidak tetap kerugian non-kompensasi. Tapi, dalam
kriteria efisiensi Kaldor-Hicks, tidak diperlukan untuk mengkompensasi kerugian aktual, dan
ketika manfaat dari keputusan atau perubahan lebih tinggi dari kerugian.
Kaldor
(1939, hal. 550) mengusulkan bahwa apakah ‘kalah’ dari kebijakan tertentu sebenarnya harus diberikan kompensasi atau
tidak, adalah pertanyaan politik yang para ekonom tidak dapat berpendapat
". Hal ini sepertinya salah dalam dua hal:
(1)
Perubahan ke posisi yang lebih efisien dari ekonomi berdasar pada asumsi bahwa kompensasi sebenarnya dibayarkan.
Kalau tidak dibayar, perekonomian akan bergeser ke posisi yang berbeda - sumber daya akan didistribusikan
secara berbeda dan menyebabkan perbedaan struktur produksi. Sehingga analisis
ekonomi tidak dikatakan tentang
efisiensi suatu posisi baru.
(2)
Uji Kaldor-Hicks menjelaskan perbandingan utilitas antar individu bahwa
perubahan itu dapat dibenarkan jika manfaat moneter pihak yang untung lebih
besar dari hilangnya moneter pihak yang dirugikan. Namun, kita tidak bisa
membandingkan tingkat kepuasan sejumlah uang untuk orang yang berbeda.
Kaldor percaya bahwa
"kemampuan" kompensasi adalah kriteria tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan. Dia percaya bahwa kemampuan kompensasi kerugian, apakah
kompensasi yang sebenarnya dilakukan atau tidak, sudah cukup untuk utilitas
keputusan. Kaldor menambahkan bahwa bidang ekonomi hanya bertujuan untuk meningkatkan kekayaan, dan
memutuskan untuk mengkompensasi kerugian, jika tidak seperti itu maka bukan merupakan bidang ekonomi. Para ekonom tidak mampu
memecahkan masalah distribusi pendapatan yang sesuai dari sudut pandang ekonomi,
karena para ekonom percaya bahwa kompensasi kerugian adalah masalah politik.
Hicks menyetujui sudut pandang Kaldor dan tahu jika hilangnya kompensasi
merupakan kriteria objektif yang memungkinkan untuk dibuatnya keputusan yang
jelas dalam kaitannya dengan tingkat kesejahteraan di masyarakat. Hicks percaya
bahwa kompensasi yang sebenarnya adalah masalah kebijakan distribusi kekayaan,
bahwa meskipun prinsip-prinsip ekonomi berlaku universal, tetapi tidak mungkin
untuk menyatakan validitas universal untuk itu. Tampaknya menawarkan respon
untuk bagaimana mendistribusikan kekayaan tidak relevan dengan efisiensi.
Kriteria
kompensasi Kaldor-Hicks menjadi sasaran banyak kritik. Scitovsky menunjukkan
bahwa jika perubahan besar pada ekonomi cukup untuk menyebabkan berubahnya harga,
pihak yang untung bisa mengkompensasi pihak yang rugi setelah adanya perubahan,
namun mungkin saja bisa dilakukan kompensasi kepada pihak yang akan diuntungkan
sebelum perubahan. Scitovsky menutupi kelemahan
dari kriteria Kaldor-Hicks dengan
mengusulkan uji ganda yang
lebih ketat, yaitu: (a)
gunakan kriteria Kaldor-Hicks untuk
menentukan apakah perubahan
dari keadaan awal ke
keadaan baru merupakan
suatu perbaikan, dan (b) gunakan kriteria Kaldor- Hicks
untuk menentukan apakah perubahan
kembali dari keadaan baru
ke keadaan lama bukan
merupakan perbaikan pula.
Surplus Konsumen Hiksian
Untuk
mengukur manfaat dan kerugian ekonomi, kita hanya perlu ukuran kompensasi yang
bersedia dibayarkan. Dari hal ini, Hicks berdasar pada definisi surplus
konsumen: "Surplus Konsumen adalah ukuran kompensasi yang konsumen butuhkan
untuk menjaga mereka pada tingkat yang sama kepuasan seperti sebelumnya,
setelah pasokan komoditas itu telah ditarik mundur. "
Mengapa
Hicks kembali ke konsep surplus konsumen? Jawabannya dapat ditemukan pada tahun
1939 dalam artikelnya “The Foundations of Welfare Economics”. Dia mulai dari
sebuah pernyataan laissez-faire yang tidak lagi diperlukan. Ada situasi di mana
perekonomian akan lebih efektif yang tidak dapat dicapai tanpa kebijakan
ekonomi yang membawa manfaat bagi beberapa orang tapi menyebabkan kerugian bagi
orang lain . Namun, bagaimana kita bisa menilai keuntungannya? Menurut
Hicks, jika manfaat yang begitu besar dan semua kerugian masyarakat dapat dikompensasi
dan masih ada sesuatu yang tersisa dari re-organisasi, maka akan menghasilkan
keuntungan sosial bersih. Karya Hicks ini dimaksudkan untuk membenarkan
penggunaan surplus konsumen sebagai alat ekonomi.
Definisi
Hicks telah diperiksa oleh Henderson (1941) yang membuktikan bahwa surplus
konsumen Hicks dan Marshall berbeda. Surplus konsumen Marshall terdiri dari
variasi penghasilan yang individu yang digunakan untuk membeli kuantitas barang,
sementara surplus konsumen Hicks adalah variasi penghasilan yang seorang
individu yang digunakan untuk mendapatkan harga asli (untuk sampai ke kurva
indiferen asli). Hal ini menyebabkan Hicks untuk mengeksplorasi lebih mendalam
untuk menghapus masalah ini:
(1)
Hicks membuktikan bahwa surplus Marshall dapat dianggap sebagai kasus khusus
dari perbandingan umum dua situasi pasar. (Untuk Marshall, pertukaran tertentu
dibandingkan dengan situasi yang tidak membeli sama sekali. Tentunya, ini
adalah kasus khusus dari perbandingan dua kemungkinan konsumsi yang berbeda.)
(2)
Hicks menunjukkan bahwa perbedaan antara dua situasi pasar dapat diukur melalui
ukuran kompensasi bahwa seseorang akan bersedia untuk membayar / menerima untuk
dikorbankan / mengorbankan perubahan.
(3)
Ia menganalisis perubahan untuk barang normal dan inferior dengan representasi
grafis sederhana Hicks kemudian diidentifikasi empat ukuran yang berbeda yang
cukup bisa berfungsi untuk evaluasi perubahan pasar, dengan menjawab dua
pertanyaan: apakah perubahan terjadi pada harga atau kuantitas, dan apakah digunakan
untuk mencapai, atau menghindari perubahan. Hicks akhirnya menamai dengan variasi
kompensasi, variasi setara, kelebihan kompensasi dan surplus setara.
Mengapa
dalam banyak kasus, Surplus konsumen digunakan untuk mengukur variasi
kompensasi dalam penelitian ekonomi padahal hanya bisa menjadi ukuran yang baik
dengan asumsi efek pendapatan diabaikan? jawabannya ada dua. Pertama,
perhitungan Surplus Konsumen adalah perhitungan sederhana dari variasi
kompensasi. Meskipun metode matematika yang canggih telah dikembangkan untuk
menurunkan permintaan kompensasi Hicks dari data yang dapat diobservasi,
perhitungan Surplus Konsumen sering digunakan sebagai pengganti. Alasan kedua,
terletak pada kesederhanaan Surplus Konsumen. Seperti penjelasan grafis polos
manfaat dan kerugian menarik banyak ekonom untuk menggunakannya sebagai
perangkat heuristik, dan sering digunakan untuk mendapatkan rekomendasi
kebijakan yang kuat.
Namun,
analisis surplus konsumen Hicks ini harus
didasarkan pada asumsi bahwa kedua belah pihak secara bebas setuju dengan
redistribusi. Alasannya jelas: hanya pada saat kontrak bebas, hanya jika A benar-benar
setuju dengan redistribusi dan kompensasi, maka pasti bahwa kerugiannya adalah
kehilangan keseimbangan dan keuntungan bersih muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Svoboda, Miroslav. 2008. History and Troubles of Consumer Surplus.
Prague Economic Paper, 3.
Eckstein, Otto. 1961. A Survey of the Theory of Public Expenditure
Criteria. ISBN: 0-87014-303-4. Princeton University Press. 1961. pp. 439 –
504.
Bostani,
Mostafa dan Alireza Malekpoor. 2012. Critical Analysis of Kaldor-Hicks Efficiency
Criterion, with Respect to Moral Values, Social Policy Making and Incoherence. ISSN 1995-0756. Advances in Environmental Biology.
6(7). pp. 2032-2038.
Darsono. 2009. Analisis Dampak Pengenaan
Tarif Impor Kedetai bagi Kesejahteraan Masyarakat.
ISSN 1858-122. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Volume 5,
Nomor I, Juli.
Walter, Bossert. 1996. The
Kaldor compensation test
and rational choice. SSD1 0047-2727. Journal of Public Economics 59.
pp. 265-276.
Rasmusen, Eric. 2008. Internalities and
Paternalism: Applying the Compensation
Criterion to Multiple Selves across Time.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar