iklan

Rabu, 24 Juli 2013

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar belakang

Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayangi oleh berbagai ketidak-pastian, seperti prospek pemulihan ekonomi di kawasan Eropa (terutama di negara yang mengalami krisis hutang, yaitu Yunani, Italia, Irlandia, Potugal dan Spanyol) dan ancaman jurang fiskal (fiscal cliff) di AS akibat perbedaan sudut pandang dan kepentingan antara Pemerintahan Barrack Obama (Partai Demokrat) dengan Konggres yang didominasi oleh Partai Republik, terkait strategi kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, efisiensi pengeluaran negara terutama pengurangan pengeluaran untuk perlindungan sosial, serta batasan hutang dan defisit anggaran pemerintah AS. Krisis tersebut turut berimbas pada penurunan permintaan eksternal dan perlambatan aktivitas perekonomian di Asia, termasuk China dan India. Berbagai  permasalahan  ekonomi  dunia  yang  belum  sepenuhnya  dapat  diatasi ini mengakibatkan  pemburukan  ekonomi  global  yang  telah  terjadi  sejak akhir tahun 2011 masih berlanjut di tahun 2012.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 ini sesuai dengan  yang diperkirakan oleh Bank Indonesia dalam Laporan perekonomian indonesia tahun 2011 tentang prospek dan tantangan perekonomian serta arah kebijakan bank indonesia, perekonomian Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan tetap kuat dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Meskipun perekonomian global tumbuh melambat, perekonomian Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh relatif tinggi, yaitu sekitar 6,3% - 6,7%.
Selama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi walaupun volatilitasnya dapat dijaga pada tingkat yang lebih rendah. Secara rata-rata rupiah terdepresiasi sebesar 6,3% ke Rp9358 per dolar AS dari sebelumnya Rp8768. Sementara itu, secara point-to-point rupiah melemah sebesar 5,81% dan ditutup pada level Rp9638 per dolar AS dengan volatilitas yang lebih terjaga sebesar 4,3%.

Dengan penguatan koordinasi berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, inflasi pada tahun 2012 juga diprakirakan terkendali dan berada dalam kisaran sasarannya yaitu 4,5% + 1%. Penguatan  bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang terus ditempuh Bank Indonesia diperkirakan akan mampu mengendalikan tekanan fundamental atas inflasi baik yang berasal dari harga komoditas internasional maupun dari permintaan domestik dan ekspektasi inflasi.

Masalah pertunbuhan ekonomi dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Adapun hasil pertumbuhan ekonomi suatu negara diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan segenap lapisan masyarkat. Perkembangan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kemampuan pemerintahnya dalam mengelola nilai tukar mata uangnya. Manajemen nilai tukar yang baik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pertambahan lapangan kerja, penurunan kemiskinan dan terkendalinya inflasi.


1.2 Rumusan masalah
1.      Bagaimana kondisi perekonomian indonesia secara umum tahun 2012?
2.      Bagaimana tingkat inflasi indonesia tahun 2012?
3.      Bagaimana nilai tukar rupiah indonesia tahun 2012?



1.3    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui kondisi perekonomian Indonesia secara umum tahun 2012.
2.      Untuk mengetahui tingkat inflasi di Indonesia tahun 2012.
3.      Untuk mengetahui nilai tukar rupiah Indonesia tahun 2012.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Definisi Inflasi
  Inflasi  merupakan  kecenderungan  meningkatnya  tingkat  harga  secara umum  dan  terus-menerus. Kenaikan  harga  dari  satu  atau  dua  barang  saja  tidak disebut  sebagai  inflasi,  kecuali  bila  kenaikan  tersebut  meluas  kepada  (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar harga barang-barang  lain. Menurut teori uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan dalam unit-unit ukuran. Karena sesungguhnya kesejahteraan ekonomi masyarakat bergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga (Mankiw, 2007).

Definisi  lain  dari  inflasi  adalah  kenaikan  rata-rata  semua  tingkat harga semua barang dan  jasa dimana kenaikan harga-harga  tersebut berlangsung dalam waktu yang berkepanjangan dan secara terus-menerus. Menurut Milton Friedman, inflasi merupakan  sebuah  fenomena moneter  yang  selalu  terjadi  dimanapun  dan tidak  dapat  dihindari.  Inflasi  dikatakan  sebagai  fenomena  moneter  hanya  jika terjadi  peningkatan  harga  yang  berlangsung  secara  cepat  dan  terus-menerus.  pendapat ini disetujui oleh banyak ekonom dari aliran monetaris (Mishkin, 2004).

Menurut Samuelson  (1989)  tingkat  inflasi  dapat  yang  ditentukan  dengan menghitung  selisih  tingkat  harga  tahun  tertentu  dengan  tingkat  harga  tahun sebelumnya  dan  dibandingkan  tengan  tingkat  harga  tahun  ini  dan  dikalikan dengan seratus persen.
Perhitungan  inflasi dilakukan melalui dua pendekatan yakni Indeks Harga Konsumen  dan  Indeks  Harga  Produsen  (IHP).  Indeks  Harga  Konsumen  yang dikenal  sebagai  IHK atau CPI yang mengukur biaya dari pasar konsumsi barang dan  jasa.  Biasanya  inflasi  didasarkan  kepada  harga  bahan  pangan,  pakaian, perumahan, bahan bakar minyak, transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan dan komoditi  lainnya  yang  biasa  digunakan  dalam  kehidupan  sehari-hari  di masyarakat. Sedangkan  Indeks Harga Produsen  atau  yang  biasa  dikenal  sebagai PPI  merupakan  pendekatan  yang  digunakan  dalam  mengukur  tingkat  inflasi berdasarkan  biaya  produksi  yang  dikeluarkan  oleh produsen.  Indeks  ini  berguna karena  memberikan  penjelasan  yang  lebih  baik  bagi  dunia  usaha  (Samuelson,1989)

2.2              Definisi nilai tukar

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9). Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Ada dua mekanisme nilai, yaitu mekanisme pasar dan penetapan pemerintah. Jika nilai tukar mata uang suatu negara dtetapkan berdasarkan mekanisme pasar, maka negara tersebut dikatakan menganut nilai tukar (kurs) mengambang (floating exchange rate). Sebaliknya, nilai tukar yang ditetapkan peremintah, maka negara tersebut menganut nilai tukar (kurs) tetap (fixed exchange rate). Tetapi ada juga negara yang membiarkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan mekanisme pasar, yang jika pergerakan nilainya melampaui batas, pemerintah melakukan intervensi. Negara yang menempuh cara demikian menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate).

Nilai tukar yang stabil merupakan syarat pokok untuk tercapainya stabilitas ekonomi makro. Karena dalam dunia nyata selalu ada interaksi antar sektor riil dengan setor moneter, sehingga ketidakstabilan nilai tukar mencerminkan ketidakstabilan sektor riil dan atau sektor moneter.

Para ekonom membedakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relative mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil adalah harga relative barang-barang di kedua negara arau disebut term of trade. Hubungan antara kedua nilai tukar ini dirumuskan sebagai berikut (mankiw 2005):



`BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perekonomian Indonesia tahun 2012
Terlihat dalam Grafik dan Tabel I, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,11%. Sejak tahun 2007 hingga 2012, tingkat pertumbuhan hampir selalu di atas 6% dengan pengecualian tahun 2009 (4,6%) sejalan dengan krisis ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti (subprime mortgage crises) dimana sebagian besar negara bahkan mengalami pertumbuhan minus. Trend tersebut berbeda bila dibandingkan dengan Singapura yang memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,55%, namun fluktuasinya sangat tinggi mulai dari 14,7% (2010) setelah mengalami kontraksi -1,3% (2009). Demikian pula halnya dengan Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam yang tidak lepas dari imbas krisis global tahun 2009, sehingga turut mengalami pertumbuhan yang minus. Pertumbuhan ekonomi Vietnam memang menunjukkan tingkat yang selalu lebih tinggi dibandingkan Indonesia dari periode 2002 hingga 2010, namun terlihat mulai mengalami overheating dan melambat pertumbuhannya. Sedangkan Myammar dengan skala perekonomiannya yang masih terbatas dapat mencapai pertumbuhan di atas 10% (double digit) pada periode 2002 hingga 2007 dan di masa mendatang berpotensi untuk terus tumbuh sejalan dengan reformasi dan keterbukaan politik yang ditempuh oleh Pemerintah Myammar.
 




Ketahanan ekonomi Indonesia terhadap imbas krisis keuangan global tidak terlepas dari karakteristik ekonomi nasional yang ditopang oleh konsumsi domestik dan pembentukan modal tetap bruto (investasi). Hingga triwulan III-2012 seperti terlihat dalam Tabel II, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia didominasi oleh pengeluaran Konsumsi Masyarakat (54,79%), diikuti oleh PMTB (37,58%), pengeluaran Pemerintah (8,24%). Tekanan pelemahan ekonomi global berimbas pada penurunan harga komoditas dan pengurangan permintaan dari negara tujuan ekspor, telah menyebabkan melambatnya kinerja ekspor nasional dan terjadi defisit ekspor terhadap impor sebesar -0,61% dari PDB. Meskipun kinerja ekspor secara nominal terus meningkat (23,1% dari PDB), namun kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/antara untuk kebutuhan produksi yang terus meningkat (23,7% dari PDB) telah menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit (minus).









Inflasi dunia secara umum tahun 2012 mengaalami penurunan sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia. Dapat dilihat di grafik 1.2 dan 1.3 penurunan inflsi tersebut sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi global yang berdampak pada menurunnya harga-harga komoditas. Melemahnya perekonomian dan rendahnya inflasi mendorong otoritas moneter di sebagian besar negara mengalihan fokusnya dari pengendalian inflasi kepada upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi





Kinerja  perekonomian  pada  triwulan  III-2012  meningkat  3,21%  dibandingkan  triwulan sebelumnya (II-2012), yang berarti lebih besar dibandingkan peningkatan pada triwulan II-2012 terhadap  triwulan I-2012 sebesar 2,80% (qtq). Komponen PMTB  tumbuh sebesar 2,94% (qtq), diikuti  Konsumsi  Masyarakat  sebesar  2,71%.Sedangkan  komponen  pengeluaran  yang mengalami penurunan adalah Pengeluaran Pemerintah (-0,07%), Ekspor (-0,21%) serta  Impor (-8,36%). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2011, laju pertumbuhan komponen  pengeluaran  PMTB  mencapai  10,02%  dan  komponen  konsumsi  masyarakat mencapai 5,68%.

Dari  sisi  lapangan  usaha,  seluruh  sektor  perekonomian  Indonesia  pada  triwulan  III-2012 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq). Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Pertanian (6,15%), sektor Pengangkutan dan Transportasi (4,20%), sektor Industri (3,99%), dan sektor Konstruksi (3,79%). Sedangkan jika dibandingkan dengan periode triwulan yang  sama  tahun  2011  (yoy),  maka  terdapat  5  sektor  yang memiliki  pertumbuhan  melebihi angka  pertumbuhan  PDB  (6,17%),  terutama  sektor-sektor  yang  padat modal,  seperti:  sektor Pengangkutan  dan  Komunikasi  (10,48%),  sektor  Konstruksi  (7,98%),  sektor  Keuangan, Real Estate  dan  Jasa  Perusahaan  (7,41%),  sektor  Perdagangan,  Hotel  dan  Restoran  (6,91%). Sedangkan sektor yang berpotensi padat karya yang dapat  tumbuh di atas pertumbuhan PDB hanyalah  sektor  Industri  (6,36%). Di sisi  lain  sektor Pertambangan yang padat  karya menjadi satu-satunya  sektor  yang  mengalami  pertumbuhan  minus  (-0.09%)  akibat  dampak  dari penurunan permintaan global.

Data  BPS  menunjukkan  bahwa  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  pada  triwulan  III-2012  bila dibandingkan  triwulan  III-2011  tercatat  sebesar  6,17%  (yoy)  dan  secara  kumulatif mencapai sebesar  6,29%  bila  dibandingkan  periode  yang  sama  tahun  2011  (ctc).  Besaran  PDB  atas dasar  harga  berlaku  secara  kumulatif  pada  triwulan  III-2012 mencapai  sebesar  Rp.  6.151,6 trilyun.  Bank  Indonesia  memperkirakan  bahwa  pertumbuhan  pada  triwulan  IV-2012  akan mencapai 6,2%, sehingga pertumbuhan untuk keseluruhan  tahun 2012 akan mencapai sekitar 6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dibandingkan triwulan  sebelumnya.  Bahkan  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  sejak  triwulan  II-2012 merupakan  pertumbuhan  terbesar  kedua  di  Dunia  setelah  China  yang  meskipun  mencatat angka 7,7% namun  trendnya menurun dibandingkan  triwulan sebelumnya  (Firmanzah, 2012). Dengan  demikian  tingkat  pertumbuhan  Indonesia  kembali  berada  di  atas  rata-rata  tingkat pertumbuhan dunia yang pada tahun 2012 diprediksi sebesar 3,5%

3.2  Tingkat Inflasi Indonesia tahun 2012

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga barang-barang secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Stabilitas perekonomian nasional sepanjang tahun 2012 tercermin pula dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%, atau sedikit di atas tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi yang stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1%) didukung oleh inflasi kelompok volatile foods yang rendah dan inflasi inti yang terkendali dengan rendahnya imported inflation sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan dan energi global. Meskipun ekspektasi inflasi sempat berfluktuasi akibat wacana kenaikan BBM pada semester awal tahun 2012, namun administered prices tetap terkendali seiring dengan tidak adanya kebijakan kenaikan BBM.


Inflasi inti tahun 2012 tercatat rendah sebesar 4,04%. Rendahnya inflasi inti tersebut didukung oleh terkelolanya permintaan domestik serta meningkatnya kemampuan sisi produksi dalam merespon permintaan domestik sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi dalam beberapa tahun terakhir. Terjaganya utilitas sampai level 70%-75% masih dapat mengimbangi permintaan yang masih kuat sehingga tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan terhadap harga. Kondisi tersebut tercermin dari inflasi industri pengolahan yang terjaga di level yang rendah dan stabil. Selain itu rendahnya inflasi inti disebabkan oleh rendahnya inflasi dari sisi impor seiring dengan penurunan harga komoditas akibat perlambatan ekonomi dunia, nilai tukar yang terjaga dan volatilitas rendah dan kebijakan pemerintah terkait bea impor masuk.

Ekspektasi inflasi Indonesia tahun 2012 secara umum dapat terkendali dengan baik, meski sempat meninkat pada awal tahun terkait dengan rencana kenaikan BBM bersubsidi. Hal tersebut sebagaimana tercermin pada beberapa indikator ekspektasi inflasi seperti hasil survey consensus forecast dan Survey Konsumen Bank Indonesia (SK-BI) yang pada awal tahun cenderung tinggi namun secara berangsur-angsur membaik hingga mendekati sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1% pada paruh kedua tahun 2012. Membaiknya ekspektasi inflasi tersebut tidak terlepas dari penerapan bauran kebijakan  moneter dan makroprudensial serta penguatan kordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan pemerintah yang turut didukung oleh penguatan strategi komunikasi yang terarah dan berkelanjutan untuk pembentukan ekspektasi inflasi oleh pelaku ekonomi.

3.3  Nilai Tukar Indonesia tahun 2012

 Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata  uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata  uang lainnya. Terjadinya perdagangan antara kedua negara, akan  menimbulkan pertukaran mata uang atau yang disebut nilai tukar (kurs). Nilai tukar yang menunjukkan harga relatif dari mata uang antara dua negara disebut sebagai kurs nominal. Nilai tukar yang dibahas pada publikasi ini adalah kurs nominal

Pada perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa yang menjadi dasar utama dalam pasar valuta asing, adanya perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Nilai tukar sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Satu konsekuensi dari inflasi tinggi adalah mata uang akan mengalami depresiasi. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing. Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan

Keadaan perekonomian dunia yang tidak stabil tahun 2012 ini, menimbulkan ketidakpastian dalam perkembangan ekonomi dunia. Kondisi perekonomian kawasan Eropa dan Amerika Serikat  (AS) sangat rentan, sehingga menimbulkan sentimen global bagi investasi yang impact - nya melemahkan mata uang di negara kawasan Asia.


Selama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi walaupun volatilitasnya dapat dijaga pada tingkat yang lebih rendah. Secara rata-rata rupiah terdepresiasi sebesar 6,3% ke Rp9358 per dolar AS dari sebelumnya Rp8768. Sementara itu, secara point-to-point rupiah melemah sebesar 5,81% dan ditutup pada level Rp9638 per dolar AS dengan volatilitas yang lebih terjaga sebesar 4,3% (Grafik1.12). terjaganya volatilitas rupiah tersebut tidak terlepas dari kebijakan bank indonesia dalam melakukan stabilisasi nilai tukar untuk menjaga volatilitas rupiah pada tingkat yang rendah.

Tekanan depresiasi rupiah selama tahun 2012 terutama disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Dari sisi eksternal, mengemukanya kembali kekhawatiran terhadap penyelesaian krisis utang dan fiskal di kawasan eropa serta melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi regional dan global sempat memicu penarikan dana dari investor dalam rangka menghindari resiko dari aset-aset keuangan di negara-negara emergency market, termasuk Indonesia. Dari sisi domestik, ketidakseimbangan di pasar valuta asing dalam negeri akibat perlambatan ekspor di tengah tingginya impor memberikan tekanan pada neraca pembayaran indonesia (NPI) terutama pada transaksi berjalan yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tekanan terhadap rupiah. Namun peningkatan modal asing yang cukup besar baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung dapat menahan tekanan depresiasi nilai tukar lanjut. Meningkatnya arus modal asing yang cukup besar tersebut didukung kepercayaan investor terhadap kondisi fundamental dan prospek ekonomi indonesia dan perolehan status atau peringkat layak investasi, faktor risiko yang membaik, dan tingkat imbal hasil dalam aset rupiah yang masih menarik. (Grafik 1.13 dan 1.14)








Sementara terkait nilai tukar, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan memberikan ruang bagi feksibilitasnya sesuai dengan kondisi perekonomian. Stabilitas nilai tukar tersebut diupayakan dicapai dengan memperhatkan pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian. Operasi moneter melalui intervensi secara simetris di pasar valas akan tetap dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan didukung oleh pembelian SBN di pasar sekunder sesuai perkembangan. Mulai Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilai tukar juga akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestk.  Untuk pendalaman pasar valas, Bank Indonesia juga tengah melakukan peninjauan kembali terhadap ketentuan-ketentuan yang ada untuk memperkaya instrumen di pasar valas yang dapat digunakan sebagai alat lindung nilai (hedging). Selain itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makropudensial untuk pengendalian aliran modal asing sehingga mendukung kebijakan nilai tukar tersebut dan memperkuat stabilitas sistem keuangan, khususnya dari risiko gejolak eksternal.



BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
·         Perekonomian  Indonesia  pada  tahun  2012  menunjukkan  kinerja  yang  cukup  baik  di  tengah situasi  perekonomian  global  yang masih  dibayang-bayangi  oleh  berbagai  ketidak-pastian, seperti  prospek  pemulihan  ekonomi  di  kawasan  Eropa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan  tahun 2012 mencapai sekitar 6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dibandingkan triwulan  sebelumnya sehingga tingkat  pertumbuhan  Indonesia  kembali  berada  di  atas  rata-rata  tingkat pertumbuhan dunia yang pada tahun 2012 diprediksi sebesar 3,5%
·         Inflasi inti Indonesia  tahun 2012 tercatat rendah sebesar 4,04%. Meskipun sedikit di atas tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi tahun 2012  masih bisa disebut stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1%)
·         Selama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi secara rata-rata rupiah terdepresiasi sebesar 6,3% ke Rp9358 per dolar AS dari sebelumnya Rp8768. Tekanan depresiasi rupiah selama tahun 2012 ini  disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global dan melebarnya defisit transaksi berjalan
                                                                                                 
4.2  Saran
·      Agar Pemerintah dan Bank Indonesia bersama-sama bisa menjaga potensi yang dimiliki indonesia untuk terus tumbuh dan mencapai target makro ekonomi Indonesia di tahun depan.
·         Agar Bank Indonesia bisa menjaga inflasi tetat terkendali  pada tingkat yang rendah  dan berada pada kisaran 4,5% ± 1%

·         Agar Bank Indonesia bisa menjaga nilai tukar rupiah agar  tidak  menembus  angka  yang semakin tinggi  mengingat  kondisi  perekonomian  ke  depan masih dibayang-bayangi dengan ancaman kenaikan harga minyak dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar