1.
Stabilisasi
Harga Kedelai (SHK)
Kedelai
merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat strategis . Kebutuhan
kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun Indonesia mengalami
berbagai permasalahan seperti ketersediaan dalam negeri yang belum mencukupi,
rata-rata baru mencapai sekitar 40 persen sehingga untuk memenuhi kekurangannya
melalui impor.
·
sejak tahun 2002
pemerintah telah berupaya untuk menjaga stabilitas harga kedelai.
·
Pada tahun 2003
pemerintah telah menargetkan untuk tahun 2006 tidak akan melakukan impor
kedelai terutama untuk kebutuhan industri, namun harus dipenuhi dari dalam
negeri agar harga jual kedelai petani tidak jatuh.
·
pada Tahun 2005
bea masuk kedelai impor ditetapkan 10 persen, jauh lebih rendah dari usulan
sekitar 30 persen.
·
Pada Tahun 2008,
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menekan gejolak harga kedelai impor,
yaitu bea masuk dibebaskan, PPh impor turun dari 2,5 persen ke 0,5
persen, dan pemberian subsidi bagi bahan baku kedelai Rp 1.000/kg selama 6
bulan. Selain itu, mengingat produksi nasional kedelai masih rendah, pemerintah
menargetkan alokasi dana Rp 1 triliun bagi pengembangan kedelai nasional yang
akan digunakan untuk peningkatan produksi nasional kedelai menjadi 1 juta ton,
dan pemberian bibit paritas unggul pagi petani.
·
Pada Tahun 2013,
Pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Stabilisasi Harga Kedelai (Program
SHK) yang bertujuan untuk stabilisasi harga kedelai di tingkat petani dan di
tingkat pengrajin secara bersamaan.. Di dalam Program SHK, Harga Pembelian Kedelai
Petani yang selanjutnya disebut HBP Kedelai adalah harga acuan pembelian
kedelai di tingkat petani yang ditetapkan sebesar Rp 7.000/kg. HBP kedelai
tersebut berlaku untuk masa panen raya triwulan III periode 1 Juli sampai
dengan 30 September 2013. Sementara harga penjualan kedelai di tingkat
pengrajin tahu/tempe disebut HJP kedelai berlaku 1 bulan, ditetapkan sebesar Rp
7.450/kg berlaku untuk bulan Juli 2013, dan Rp.7.700/kg untuk bulan Agustus
2013, dan akan ditinjau kembali untuk bulan selanjutnya.
2.
Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras
Salah satu masalah klasik yang sering dialami petani
padi adalah anjloknya harga jual gabah/beras pada saat panen raya, dan
meningkatnya harga pada saat diluar panen. Kondisi tersebut menyebabkan petani
menjadi rugi dan usahatani padi tidak menguntungkan . Selain itu, kenaikan
harga beras dapat menimbulkan gejolak sosial mengingat beras merupakan makanan
pokok masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membuat
regulasi/kebijakan perberasan agar gabah/beras petani dibeli dengan harga
tertentu yang bisa memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Selain itu,
beras dijual ke masyarakat/konsumen diatur dengan harga tertentu sehingga
masyarakat mampu mengakses dalam batas wajar. Kebijakan tersebut dikenal dengan
istilah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) procurement price policy.
Penetapan HPP gabah/beras pertama kali dilakukan
pada tahun 2002 yang dituangkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2002.
Sampai tahun 2012, sudah 8 (delapan) kali ditetapkan kebijakan HPP gabah/beras
untuk menyesuaikan situasi perberasan dalam negeri, terutama akibat
perkembangan harga yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode
tersebut, kenaikan HPP Gabah Kering Panen (GKP) berkisar 8-30 persen atau
rata-rata 15,43 persen per tahun, kenaikan HPP Gabah Kering Giling (GKG)
berkisar 4-27 persen atau rata-rata 13,82 persen per tahun, dan HPP beras
berkisar 0-30 persen atau rata-rata 15,90 persen per tahun,
Selama Tahun 2002 – 2004, harga Gabah Kering Panen
(GKP) di tingkat petani masih berada di bawah HPP (antara 41,6 – 66,67 persen),
namun sejak Tahun 2005 – 2012, harga GKP selalu berada di atas HPP, yaitu pada
kisaran 4,4 – 36,20 persen di atas HPP, seperti terlihat pada Gambar 1. Dengan
demikian kenaikan HPP GKP berdampak positif dalam meningkatkan harga aktual GKP
petani dengan persentase yang jauh lebih tinggi, baik pada bulan-bulan panen
raya (Maret-April) maupun tahunan. Hal ini menunjukkan kenaikan harga aktual
GKP di tingkat petani berdampak langsung terhadap keuntungan usahatani padi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar