iklan

Selasa, 15 April 2014

kebijakan harga kedelai dan Gabah/Beras di Indonesia

1.      Stabilisasi Harga Kedelai (SHK)
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat strategis . Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun Indonesia mengalami berbagai permasalahan seperti ketersediaan dalam negeri yang belum mencukupi, rata-rata baru mencapai sekitar 40 persen sehingga untuk memenuhi kekurangannya melalui impor.
·         sejak tahun 2002 pemerintah telah berupaya untuk menjaga stabilitas harga kedelai.
·         Pada tahun 2003 pemerintah telah menargetkan untuk tahun 2006 tidak akan melakukan impor kedelai terutama untuk kebutuhan industri, namun harus dipenuhi dari dalam negeri agar harga jual kedelai petani tidak jatuh.
·         pada Tahun 2005 bea masuk kedelai impor ditetapkan 10 persen, jauh lebih rendah dari usulan sekitar 30 persen.
·         Pada Tahun 2008, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menekan gejolak harga kedelai impor, yaitu  bea masuk dibebaskan, PPh impor turun dari 2,5 persen ke 0,5 persen, dan pemberian subsidi bagi bahan baku kedelai Rp 1.000/kg selama 6 bulan. Selain itu, mengingat produksi nasional kedelai masih rendah, pemerintah menargetkan alokasi dana Rp 1 triliun bagi pengembangan kedelai nasional yang akan digunakan untuk peningkatan produksi nasional kedelai menjadi 1 juta ton, dan pemberian bibit paritas unggul pagi petani.
·         Pada Tahun 2013, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Stabilisasi Harga Kedelai (Program SHK) yang bertujuan untuk stabilisasi harga kedelai di tingkat petani dan di tingkat pengrajin secara bersamaan.. Di dalam Program SHK, Harga Pembelian Kedelai Petani yang selanjutnya disebut HBP Kedelai  adalah harga acuan pembelian kedelai di tingkat petani yang ditetapkan sebesar Rp 7.000/kg. HBP kedelai tersebut berlaku untuk masa panen raya triwulan III periode 1 Juli sampai dengan 30 September 2013. Sementara harga penjualan kedelai di tingkat pengrajin tahu/tempe disebut HJP kedelai berlaku 1 bulan, ditetapkan sebesar Rp 7.450/kg berlaku untuk bulan Juli 2013, dan Rp.7.700/kg untuk bulan Agustus 2013, dan akan ditinjau kembali untuk bulan selanjutnya. 


2.  Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras
Salah satu masalah klasik yang sering dialami petani padi adalah anjloknya harga jual gabah/beras pada saat panen raya, dan meningkatnya harga pada saat diluar panen. Kondisi tersebut menyebabkan petani menjadi rugi dan usahatani padi tidak menguntungkan . Selain itu, kenaikan harga beras dapat menimbulkan gejolak sosial mengingat beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membuat regulasi/kebijakan perberasan agar gabah/beras petani dibeli dengan harga tertentu yang bisa memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Selain itu, beras dijual ke masyarakat/konsumen diatur dengan harga tertentu sehingga masyarakat mampu mengakses dalam batas wajar. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) procurement price policy.
Penetapan HPP gabah/beras pertama kali dilakukan pada tahun 2002 yang dituangkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2002. Sampai tahun 2012, sudah 8 (delapan) kali ditetapkan kebijakan HPP gabah/beras untuk menyesuaikan situasi perberasan dalam negeri, terutama akibat perkembangan harga yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode tersebut, kenaikan HPP Gabah Kering Panen (GKP) berkisar 8-30 persen atau rata-rata 15,43 persen per tahun, kenaikan HPP Gabah Kering Giling (GKG) berkisar 4-27 persen atau rata-rata 13,82 persen per tahun, dan HPP beras berkisar 0-30 persen atau rata-rata 15,90 persen per tahun, 



Selama Tahun 2002 – 2004, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani masih berada di bawah HPP (antara 41,6 – 66,67 persen), namun sejak Tahun 2005 – 2012, harga GKP selalu berada di atas HPP, yaitu pada kisaran 4,4 – 36,20 persen di atas HPP, seperti terlihat pada Gambar 1. Dengan demikian kenaikan HPP GKP berdampak positif dalam meningkatkan harga aktual GKP petani dengan persentase yang jauh lebih tinggi, baik pada bulan-bulan panen raya (Maret-April) maupun tahunan. Hal ini menunjukkan kenaikan harga aktual GKP di tingkat petani berdampak langsung terhadap keuntungan usahatani padi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar